Ada COVID-19, Bisnis Perhotelan Kembang Kempis, Tapi Tetap Harus Berupaya Eksis
Ilustrasi hotel. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Sejak virus corona atau COVID-19 merebak dari akhir 2019 hingga awal 2020, salah satu sektor bisnis yang turut merasakan dampaknya adalah bisnis perhotelan. Bagaimana tidak, COVID-19 membuat para wisatawan harus mengurungkan diri untuk berwisata.

Tak hanya wisatawan mancanegara (wisman), wisatawan nusantara (wisnus) pun harus menahan diri untuk tidak bepergian. Alhasil, tingkat hunian atau okupansi dari hotel-hotel di Tanah Air seketika merosot, dan tentunya akan memengaruhi pemasukan dari hotel-hotel tersebut. 

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) pun menyebut, dampak COVID-19 terhadap bisnis perhotelan terjadi dalam dua fase. Pertama, saat virus tersebut belum masuk ke Indonesia. Kedua, setelah Indonesia dinyatakan positif COVID-19.

Wakil Ketua PHRI Maulana Yusran mengatakan, pada fase pertama itu, mulai berdampak pada destinasi yang mengincar pasar wisatawan mancanegara, seperti Batam, Bintan, Bali, dan Manado. "Pada fase itu, langsung berdampak ke destinasi wisatawan mancanegara tersebut," ujar Maulana kepada VOI, Senin 9 Maret.

Saat fase kedua di mana sudah masuknya COVID-19 ke Tanah Air, menurut Maulana, hampir semua daerah ikut terdampak. Padahal, hotel-hotel yang berada di luar destinasi wisata meskipun tak berada dalam kondisi high season, biasanya akan tetap ramai dikunjungi oleh pebisnis atau wisatawan nusantara.

Namun setelah Indonesia dinyatakan positif COVID-19, wisnus mulai panik dan membatalkan rencana perjalanannya. "Sehingga terjadi penurunan okupansi yang sangat drastis. Bervariatif di berbagai daerah, tingkat hunian semenjak ada COVID-19 hanya berkisar 20 sampai 40 persen," jelasnya.

PHRI saat ini masih mendata daerah mana saja yang mengalami penurunan okupansi paling drastis. Meski demikian, Maulana memastikan, penurunan okupansi terjadi di hampir semua daerah di Indonesia.

"Mana yang kena dampak paling besar? Semua kena. Wisnus itu juga jadi tertahan pergerakannya. Padahal wisnus ini kan biasanya mengisi ketika wisman tak bisa masuk," tuturnya.

Daerah Paling Terdampak

Jika berkaca pada karakteristik pasar dari daerah wisata, kata Maulana, yang paling terdampak adalah Manado. Sebab, kata dia, Manado memang menyasar wisawatan mancanegara terutama dari China.

"Sebenarnya, Manado itu pasarnya terlalu bergantung pada China. Selanjutnya, yang bergantung pada wisatawan dari China, adalah Batam dan Bintan. Kedua daerah tersebut juga bergantung pada wisatawan asal Korea Selatan," jelasnya.

Untuk Bali, yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali mengalami penurunan okupansi pada Januari 2020, kata Maulana, Pulau Dewata karakteristiknya tidak bergantung pada satu jenis pasar. Karena, kata dia, sasaran wisatawan untuk seluruh destinasi wisata di Bali datang dari berbagai negara, termasuk juga dari wisatawan nusantara.

Terkait jumlah total kerugian akibat COVID-19, Maulana mengaku belum dapat menyebutkan besarannya. Sebab, pendataan masih dilakukan di seluruh daerah di Indonesia. Namun, ada beberapa daerah yang tidak berdampak pada fase satu di mana COVID-19 belum positif ditemukan di Indonesia.

"Beberapa daerah yang tadinya market besarnya adalah wisnus, pada saat fase pertama itu tidak ada masalah. Karena ternyata wisman mereka cuma impact 0,1 persen dari total. Tetapi setelah ini (COVID-19) diumumkan, okupansi mereka langsung turun ke angka 20 sampai 30 persen. Ini kan berarti faktanya masalah pergerakan wisnus juga terhambat setelah pengumuman corona ada di Indonesia," ucapnya.

Tetap Berupaya

Meski pemerintah berupaya membantu bisnis perhotelan dengan menyediakan insentif pembebasan pajak bagi hotel dan restoran selama enam bulan ke depan, nyatanya hal itu masih belum terealisasi dan masih dalam tahap pembahasan antara pemerintah pusat dan daerah.

Akhirnya, PHRI pun yang tetap harus memutar otak bagaimana caranya agar bisnis perhotelan ini bisa tetap eksis di tengah ketidakpastian akibat COVID-19. Maulana menjelaskan, pihaknya sedang menyiapkan strategi khusus untuk mendorong pergerakan wisatawan nusantara.

PHRI kini hanya berharap pada wisatawan nusantara dengan mengadakan program Visit Wonderful Indonesia (Viwi) Nusantara Shocking Deal 2020. Program tersebut, kata dia, juga akan menaruh harapan pada libur Lebaran 2020.

Mewabahnya virus corona membuat banyak wisatawan domestik yang mengurungkan niatnya untuk traveling ke luar negeri. Dengan begitu, perubahan pola pasar yang terjadi dapat dimanfaatkan dengan menawarkan harga paket wisata terendah melalui Viwi Nusantara Shocking Deals 2020.

Penawaran yang menarik tersebut mulai dari tiket pesawat, kamar hotel, tur, tiket taman rekreasi, transportasi darat dan laut serta diskon menarik dari pusat perbelanjaan dan toko-toko ritel. Program tersebut juga diharapkan mampu mendorong peningkatan perjalanan wisatawan nusantara.

"Kami membuat (penawaran) itu bisa dikombinasikan antara airline dan hotel, atau nanti juga dibuat hotel sendiri, airline sendiri. Karena begini, pada saat lebaran nanti, orang kan rata-rata libur mudik. Paket hotel dan tiket pesawat, menjadi salah satu cara yang akan dilakukan untuk menghidupkan bisnis perhotelan di tengah wabah COVID-19 ini," jelasnya.

Jabodetabek Belum Terlalu Terdampak

Sementara itu, hotel-hotel di wilayah Jabodetabek, belum terlalu terdampak COVID-19. Setidaknya ini yang dikatakan salah satu pengusaha hotel, yakni PT Esta Multi Usaha Tbk yang mempunyai hotel di wilayah Bekasi.

Direktur Utama PT Esta Multi Usaha Tbk Lukman Nelam mengaku, sejauh ini dampak mewabahnya COVID-19 belum berdampak pada bisnisnya di bidang perhotelan.

"Kalau saya ambil contoh, di Bekasi sendiri Hotel 88 kami belum ada pengaruh. Belum ada, dan mudah-mudahan tidak," kata Lukman.

Lukman mengungkap, strategi yang dilakukan pihaknya untuk tetap eksis di tengah mewabahnya COVID-19 adalah dengan tetap menjaga pola kerja yang memang sudah terbentuk. Kata dia, seperti kerja sama dengan GWStore.

"Jadi mereka selalu bisa supply ke kami tamu-tamu. Di sana (Bekasi) kan ada perkantoran, miisalnya kantor pemerintahan. Kemudian ada juga pabrik-pabrik yang menggelar kegiatan dan pakai tempat kami. Karena sasaran kami kebanyakan adalah pebisnis," jelasnya.