Jokowi: Jangan Pesimisme, Tahun Depan Pariwisata Indonesia Bakal <i>Booming</i>
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo memerintahkan jajaran menterinya untuk menjaga bisnis pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia agar bisa bertahan di tengah pandemi COVID-19. Dia meyakini, tahun depan, sektor pariwisata akan megalami peningkatan setelah pandemi berakhir.

"Saya meyakini ini (COVID-19) hanya akan sampai akhir tahun. Pada tahun depan akan menjadi booming di bidang pariwisata," kata saat membuka rapat terbatas yang ditayangkan di akun YouTube milik Sekretariat Kabinet, Kamis, 16 April.

Dia optimis, wisatawan akan datang ke berbagai wilayah untuk menikmati keindahan tempat wisata, di tahun depan. Sehingga, Jokowi meminta anak buahnya optimis menyambut hal tersebut. "Jangan sampai terjebak pesimisme akibat COVID-19 ini sehingga booming yang akan muncul setelah COVID tidak dapat kita manfaatkan dengan baik," tegasnya.

Untuk menjaga optimisme di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif, Jokowi memerintahkan menterinya untuk memformulasikan beberapa hal, termasuk soal pemberian perlindungan sosial terhadap para pekerja di bidang pariwisata seperti hotel dan restoran.

Dia berpesan kepada para menterinya, perlindungan sosial terhadap para pekerja tersebut harus dipastikan dan sampai kepada mereka yang memang membutuhkannya.

Jika memungkinkan, Jokowi meminta agar ada program padat karya terhadap mereka yang bekerja dalam bidang pariwisata.

"Ketiga, penyiapan stimulus ekonomi bagi para pelaku usaha di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif. Ini harus betul-betul agar mereka bisa bertahan dan tidak melakukan PHK besar-besaran," ujarnya.

Sejak penyebaran COVID-19, sektor pariwisata terutama bidang hotel dan restauran mengalami penurunan keuntungan karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan sepinya tamu yang datang.

Imbasnya, pengelola harus menutup sementara hotel mereka sampai waktu yang tidak ditentukan. Bisnis perhotelan saat COVID-19 pun kembang kempis dan berimbas pada karyawan yang dirumahkan. Bahkan ada yang berujung dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 

Dari data yang diperoleh VOI dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), per 1 April 2020, sudah ada 1.714 hotel yang tutup. Dengan rincian, ada yang karyawannya berstatus cuti, ada yang cuti tanpa dibayar, dan juga ada yang sudah mem-PHK karyawannya.

Ketua PHRI DKI Jakarta, Krishnadi menuturkan, tingkat hunian atau okupansi hotel di Tanah Air sejak awal Maret memang sudah menurun signifikan dibanding bulan Januari atau Februari.

"Bulan Januari-Februari masih bervariasi, di kisaran 40-60 persen. Nah di awal Maret anjlok jadi 20 persen. Di akhir Maret lebih parah lagi, sudah di bawah 10 persen," jelasnya kepada VOI beberapa waktu lalu.

Padahal menurut dia, jika dalam kondisi normal, pada bulan April itu hotel sedang ramai-ramainya. Okupansi di bulan Maret saat keadaan normal pun kata Krishnadi, harusnya sedang tinggi-tingginya.

"Nah ini malah di bawah 10 persen. Bahkan saya yakin, sekarang sudah di bawah 5 persen. Jangankan menghitung persentase, ada yang menginap 1 sampai 10 pintu saja sudah bagus," ujar Krishnadi.

Alhasil, pengelola pun menutup sementara hotelnya. Itu juga dilakukan karena mengikuti imbauan pemerintah. Nah yang terdampak, adalah karyawan-karyawan yang harus dirumahkan, bahkan harus terkena PHK.

Menurut Krishnadi, terkait hal tersebut ia menyerahkan kebijakan kepada masing-masing pengelola hotel. Karena menurutnya, pengelola yang lebih tahu bagaimana kondisi keuangan perusahaan.

Meski dirinya sudah mendata berapa hotel yang tutup, namun ia mengaku belum mempunyai data berapa jumlah karyawan yang dirumahkan atau di-PHK.

"Untuk data berapa kerugian hotel dan berapa yang di-PHK, tentu itu masih dihitung oleh masing-masing pengelola," tuturnya.