DENPASAR - Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati atau Cok Ace mendukung kebijakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) yang mendorong program Work From Bali (WFB).
"WFB sebenarnya sudah merupakan salah satu tren pariwisata ke Bali dari sebelum pandemi COVID-19," kata Cok Ace, saat dikonfirmasi Jumat, 21 Mei.
Menurutnya, Bali dipilih menjadi tempat progam WFB karena letak Bali yang mudah dicapai.
"Kondisi demografi masyarakat Bali yang aman, ramah dan adaptif kesedihan fasilitas yang memadai serta harga-harga yang relatif murah," ujarnya.
"Tapi selama ini trend tersebut (WFB) belum dikelola dengan baik. Oleh sebab itu pemerintah mendukung program WFB. Karena, akan memberi dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Bali," ujar Cok Ace.
BACA JUGA:
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengungkapkan alasan di balik kebijakan Work From Bali (WFB) bagi aparatur sipil negara (ASN) di Kemenko Marves dan tujuh kementerian/lembaga di bawah koordinasinya.
Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves Odo R.M. Manuhutu mengatakan pencanangan program WFB diterapkan untuk meningkatkan rasa percaya wisatawan domestik sehingga mampu memulihkan perekonomian lokal. Peningkatan rasa percaya publik domestik ini diharapkan dapat menciptakan dampak berganda (multiplier effect) yang membantu memulihkan perekonomian lokal.
"Setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk perjalanan dinas ke daerah, termasuk Bali, akan memberikan multiplier effect (dampak langsung, tidak langsung maupun induksi) bagi perekonomian lokal," katanya dikutip Antara, Kamis, 20 Mei.
Bali menjadi salah satu provinsi yang mengalami dampak signifikan akibat pandemi Covid-19 karena Pulau Dewata selama ini bertumpu pada sektor pariwisata. Kondisi tersebut menyebabkan pertumbuhan ekonomi Bali anjlok hingga minus 9 persen.
"Tingkat okupansi hotel-hotel di Bali hanya 10 persen dalam 14 bulan, ini mengakibatkan dampak ekonomi yang signifikan," imbuhnya.
Odo menuturkan kebijakan WFB juga pernah dilakukan oleh pemerintah pusat pada tahun 2000 pascaperistiwa bom Bali. Menurut dia, kebijakan itu juga tidak diambil secara serampangan dan tanpa mempertimbangkan faktor lain.
Pemerintah pun, katanya, telah mengalokasikan anggaran bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat pada masa pandemi ini sebesar Rp100 triliun.
"Jadi tidak benar bahwa pemerintah hanya memfokuskan biaya perjalanan dinas ASN untuk membangkitkan kembali sektor pariwisata tanpa mempertimbangkan kebutuhan sosial masyarakat secara umum," tegas Odo.