Sumpah Demi Allah Gubernur Nurdin Abdullah Usai Terjerat Kasus Suap Infrastruktur
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah mengenakan rompi tahanan KPK (Dhemas Reviyanto/Antara).

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah bersumpah dan mengaku tak terlibat korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintahannya. Dia menyebut anak buahnya mencatut namanya dalam kasus ini.

Hal ini disampaikan Nurdin usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu dini hari, 27 Februari oleh Tim Satuan Tugas (Satgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia ditetapkan jadi sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi pada Minggu, 28 Februari.

"Edy itu melakukan transaksi tanpa sepengetahuan saya. Sama sekali (saya, red) tidak tahu. Demi Allah, demi Allah," kata Nurdin yang saat itu menggunakan rompi oranye lengkap dengan borgol di tangannya sebelum masuk ke mobil tahanan yang mengantarnya ke Rutan KPK.

Walau mengaku tak tahu anak buahnya korupsi dan menyeretnya, mantan Bupati Bantaeng ini mengaku bakal ikhlas menjalankan proses hukum ini. Nurdin juga meminta maaf kepada masyarakat Sulawesi Selatan atas kasus ini.

"Saya ikhlas menjalani proses hukum karena memang kemarin itu tidak tahu apa-apa kita. Saya mohon maaf," ujarnya.

Dalam kasus suap dan gratifikasi ini, Nurdin ditetapkan sebagai tersangka suap dan gratifikasi bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara selaku pemberi adalah kontraktor bernama Agung Sucipto.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, Nurdin tak secara langsung menerima suap melainkan melalui anak buahnya sebagai perantara.

"Adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diberikan oleh AS (Agung Sucipto) kepada NA (Nurdin Abdullah) melalui perantara ER (Edy  Rahmat) sebagai representasi dan sekaligus orang kepercayaan NA," kata Firli Bahuri konferensi pers penetapan tersangka, Minggu, 28 Februari dini hari.

Dia memaparkan rangkaian pemberian suap ini terjadi pada pukul 20.24 WIB, Jumat, 26 Februari. Saat itu, Agung Sucipto selaku pemberi suap bersama IF menuju ke salah satu rumah makan di Makassar.

Ketika tiba di rumah makan tersebut, Edy sudah menunggu. Selanjutnya, IF mengemudikan mobil milik Edy sementara Agung dan Edy berkendara dalam satu mobil yang sama menuju ke Jalan Hasanuddin, Makassar.

Dalam perjalanan tersebut, Agung menyerahkan  proposal terkait beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2021 kepada Edy.

Kemudian pada sekitar pukul 21.00 WIB, IF memindahkan koper berisi uang dari dalam mobil milik Agung ke bagasi mobil milik Edy di Jalan Hasanuddin. 

Setelah penerimaan uang dilakukan, sekitar pukul 23.00 WITA, Agung diamankan saat dalam perjalanan menuju ke Bulukumba. Sedangkan sekitar pukul 00.00 WITA, Edy beserta uang dalam koper sejumlah sekitar Rp2 miliar turut diamankan di rumah dinasnya. 

"Kemudian pada sekitar pukul 02.00 WITA, NA juga diamankan di rumah jabatan dinas Gubernur Sulawesi Selatan," ungkap Firli.

Awal kasus yang menjerat Nurdin Abdullah

Firli menjelaskan, awal mula suap dan gratifikasi terjadi. Saat itu, Agung yang merupakan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba mendapatkan beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2021. Sebagai pengusaha, Agung juga sudah lama kenal baik dengan Nurdin.

Selanjutnya, sejak Februari, komunikasi aktif antara Agung dan Edy sebagai representasi dan orang kepercayaan Nurdin kembali terjalin. Dalam komunikasi itu, diduga ada tawar menawar fee untuk penentuan masing-masing nilai proyek yang nantinya dikerjakan oleh kontraktor tersebut.

Masih pada bulan yang sama, Nurdin bersama Edy bertemu dengan Agung yang telah mendapatkan proyek pekerjaan wisata Bira, Bulukumba. Lewat pertemuan itu, Nurdin menyetujui proyek wisata Bira dikerjakan oleh Agung dan hal ini disampaikannya pada Edy.

"NA memberikan persetujuan dan memerintahkan ER untuk segera mempercepat pembuatan dokumen DED (Detail Engineering Design) yang akan dilelang pada APBD TA 2022," jelas Firli.

Hanya saja, akhir Februari ini, Edy sempat bertemu dengan Nurdin dan menyampaikan proyek yang akan digarap oleh Agung ternyata sudah dikerjakan orang lain. Mendengar hal tersebut, Nurdin lantas menyebut pengerjaan ini bisa diatur, asalkan Agung membayari operasional kegiatannya.

"AS selanjutnya pada tanggal 26 Februari 2021 diduga menyerahkan uang sekitar Rp2 miliar kepada NA melalui ER," jelas Firli.

Bukan hanya dari Agung, KPK juga menduga Nurdin menerima fee dari kontraktor lain pada 2020 dengan nominal Rp200 juta. Kemudian ada juga penerimaan uang sebesar Rp3,2 miliar pada awal hingga pertengahan Februari ini.

Sebagai kontraktor, Agung telah mengerjakan beberapa proyek di Sulawesi Selatan seperti peningkatan jalan ruas Palampang-Munte-Bontolempangan di Kabupaten Sinjai/Bulukumba (DAK Penugasan) tahun 2019 dengan nilai Rp28,9 miliar.

Kemudian, pembangunan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan (DAK) TA 2020 dengan nilai Rp15,7 miliar. Lalu, Pembangunan Jalan Ruas Palampang-Munte-Bontolempangan 11 paket (APBD Provinsi) dengan nilai Rp19 miliar. 

Selanjutnya, pembangunan Jalan, Pedestrian Dan Penerangan Jalan Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan ke Kabupaten Bulukumba tahun 2020) dengan nilai proyek Rp20,8 miliar.

Terakhir, rehabilitasi Jalan Parkiran 1 Dan Pembangunan Jalan Parkiran 2 Kawasan Wisata Bira (Bantuan Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan 2020 ke Kabupaten Bulukumba tahun 2020 dengan nilai proyek Rp7,1 miliar.

Adapun akibat perbuatannya memberi suap pada Nurdin, Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sebagai penerima suap, Nurdin dan anak buahnya, Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selanjutnya, mereka akan ditahan selama 20 hari mendatang untuk dilakukan pemeriksaan mulai 27 Februari hingga 18 Maret. Ketiganya ditahan di rutan yang berbeda.

Nurdin ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur, Edy ditahan di Rutan Cabang KPK Kavling C1, dan Agung ditahan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.