KPK Dalami Aliran Duit dari Nurdin Abdullah ke Pihak Lain
Nurdin Abdullah (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran duit dari Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah ke sejumlah pihak. Penelusuran dilakukan dengan memeriksa pihak swasta pada Senin, 29 Maret.

“Nenden Desi Siti Nurjanah, swasta, dikonfirmasi terkait pengetahuannya tentang dugaan aliran sejumlah uang yang diduga berasal dari tersangka NA (Nurdin Abdullah) kepada berbagai pihak,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 30 Maret.

Selain memeriksa Nenden, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang dari pihak swasta lainnya yaitu Eka Novianti dan Siti Mutia. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk Nurdin yang terjerat dalam kasus suap pengadaan infrastruktur di Pemprov Sulawesi Selatan.

Hanya saja, kedua saksi tidak hadir dan tak ada konfirmasi keterangan. Terkait hal ini, KPK meminta kedua saksi yang tak hadir untuk kooperatif memenuhi panggilan berikutnya.

“KPK mengingatkan kepada saksi-saksi yang telah dan akan dipanggil secara patut untuk kooperatif hadir memenuhi surat panggilan yang dilayangkan oleh tim penyidik,” tegas Ali.

Diberitakan sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2020-2021.

Politikus PDIP ini ditetapkan tersangka bersama Sekretaris Dinas PUPR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat. Sementara Direktur PT Agung Perdana Bulukumba (APB) Agung Sucipto ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Dalam kasus ini, Nurdin Abdullah diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar terkait proyek di lingkungan Pemprov Sulsel. Duit Rp2 miliar diberikan dari Agung melalui Edy. Suap itu diberikan agar Agung dapat kembali menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.

Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Agung dikenakan dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.