Korban Tewas Kekerasan Militer Myanmar Berjatuhan, Amerika Serikat Siapkan Tindakan Tegas
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken. (Wikimedia Commons/U.S. Embassy Nigeria)

Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat akan terus melakukan tindakan tegas terhadap militer Myanmar, terkait dengan perkembangan yang terjadi sepanjang akhir pekan lalu di Negeri Seribu Pagoda tersebut. 

Hal ini dikatakan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, seiring dengan kian represifnya militer dan aparat keamanan dalam menghadapi pengunjuk rasa anti-kudeta militer 1 Februari.

Pada Sabtu 20 Januari sore dua orang tewas tertembak di bagian kepala dan dada, setelah aparat keamanan menyerbu galangan kapal di Kotapraja Maha Aung Myay, untuk membubarkan aksi unjuk rasa atau pembangkangan nasional (CDM) oleh pekerja galangan kapal. 

Sebelumnya, pada Jumat 19 Februari Ma Mya Thwet Thwet Khine, mahasiswi pengunjuk tewas setelah dirawat selama sepuluh hari, akibat tembakan peluru tajam di kepalanya.  

Dan terbaru, pada Sabtu tengah malah jelang Minggu 21 Februari dinihari, seorang warga sipil yang melakukan ronda malam di wilayah tempat tinggalnya di kawasan Kotapraja Shwe Pyithar, Yangon, disebut tewas ditembak polisi saat memeriksa sebuah van mencurigakan.

"Amerika Serikat akan terus mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang melakukan kekerasan terhadap rakyat Burma karena mereka menuntut pemulihan pemerintah yang dipilih secara demokratis. Kami mendukung rakyat Burma," kata Antony Blinken dalam sebuah posting di Twitter, melansir Reuters.

Seperti diketahui, Presiden Joe Biden menyetujui sanksi terhadap para petinggi militer Myanmar yang terbung dalam Dewan Administrasi Negara (SAC) bentukan militer Myanmar usai kudeta. 

Anggota rezim militer yang namanya disebut melansir The Irrawaddy adalah, pemimpin kudeta Jenderal Senior Min Aung Hlaing, Wakil Panglima Tertinggi Militer Myanmar Wakil Jenderal Senior Soe Win, Jenderal Mya Tun Oo; Laksamana Tin Aung San, Letnan Jenderal Aung Lin Dwe dan Letnan Jenderal Ye Win Oo. Semuanya adalah anggota SAC.

Empat orang lainnya dalam daftar sanksi baru yang bukan anggota SAC adalah penjabat Presiden Myanmar dan pensiunan Letnan Jenderal Myint Swe, Letnan Jenderal Sein Win, Letnan Jenderal Soe Htut dan Letnan Jenderal Ye Aung.

Tiga entitas yang terkena sanksi  adalah Myanmar Ruby Enterprise, Myanmar Imperial Jade Co. Ltd. dan Cancri (Gems and Jewellery) Co. Ltd. Mereka dimiliki atau dikendalikan oleh, atau telah bertindak atau dimaksudkan untuk bertindak untuk atau atas nama, secara langsung atau tidak langsung dengan militer.

Pemerintah AS menyebut, sebagai akibat dari sanksi, semua properti dan kepentingan dalam properti individu dan entitas yang disebutkan di atas, dan setiap entitas yang dimiliki, secara langsung atau tidak langsung, 50 persen atau lebih oleh mereka, secara individu , atau dengan orang yang diblokir lainnya, yang berada di Amerika Serikat atau yang dimiliki atau dikendalikan oleh orang AS, diblokir dan harus dilaporkan ke OFAC (Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri).

"Jika ada lebih banyak kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai, militer Burma akan menemukan bahwa sanksi hari ini hanyalah yang pertama," ancam Menteri Keuangan Janet Yellen saat mengumumkan sanksi 11 Februari.