Banjir 6 Jam di Jakarta, Ahok: Normalisasi Daerah Aliran Sungai, Bangunan yang Sekitar Situ Kena Bongkar
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Foto: Instagram @basukibtp)

Bagikan:

JAKARTA - Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan jadi sorotan karena banjir yang terjadi di sejumlah wilayah di Ibu Kota seperti kawasan Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu, 20 Februari. Hal ini terjadi setelah Jakarta diguyur hujan deras sejak Jumat, 19 Februari.

Mengetahui banyaknya wilayah yang terdampak banjir, Anies lantas menggelar rapat koordinasi di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan terkait banjir Jakarta pada hari ini. Setelah meninjau ketinggian air dari laporan jajarannya, Anies menyebut bahwa banjir di Ibu Kota, khususnya di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan hari ini diakibatkan cuaca ekstrem dan curah hujan yang tinggi.

Dia memaparkan, curah hujan di Pasar Minggu mencapai 226 mm per hari, di Sunter Hulu 197 mm, di Halim Perdanakusuma sampai 176 mm, Lebak bulus 154 mm.

"Semua angka di atas 150 adalah kondisi ekstrem. Dalam pembagian skala, ada hujan lebat sampai 100 mm, kemudian, 100 mm-150 mm sangat lebat dan di atas 150 mm adlah hujan ekstrem," kata Anies di Pintu Air Manggarai, Jakarta Pusat, Sabtu, 20 Februari.

Sayangnya, kata Anies sistem drainase di DKI dibangun dengan daya tampung curah hujan antara 50 sampai 100 milimeter per hari. Drainase di kawasan tersebut tak mampu menampung air dengan curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan luapan air sampai pemukiman.

"Kapasitas sistem drainase di Jakarta itu berkisar 50 sampai 100 mm. Bila terjadi hujan di atas 100 mm per hari, maka pasti terjadi genangan karena memang kapasitasnya terbatas sampai 100 mm," ujar dia.

Dia juga menjelaskan alasan mengapa banjir tinggi dan terjadi di banyak tempat bisa terjadi lebih dari enam jam atau lewat dari target yang pernah disampaikannya. Kata Anies, genangan dengan tinggi bervariasi ini tak mampu surut dengan cepat bukan hanya akibat dari tingginya intensitas hujan lokal, melainkan juga kiriman air dari kawasan hulu.

"Betul. Jadi kita 6 jam sesudah airnya surut di sungai, kembali normal, atau 6 jam sesudah hujannya berhenti. Nah, yang terjadi adalah hujannya berhenti, tapi aliran dari hulu masih jalan terus. Sehingga, di situlah menjadi kendala tersendiri," kata Anies di Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan, Sabtu, 20 Januari.

Oleh sebab itu, Anies menyebut jajaran Pemprov DKI mesti bekerja ekstra menangani genangan yang terjadi akibat hujan lokal, serta kiriman air yang datang lewat aliran sungai.

"Air kiriman dari kawasan hulu yakni Bogor, dan kawasan tengah itu kawasan Depok, itu sekarang dalam perjalanan ke Jakarta. Nah, dalam perjalanan ke Jakarta itu tentu berdampak pada kawasan kawasan yang ada di sekitarnya," ujar dia.

Banjir yang kemudian membuat ribuan warga mengungsi dan tak kunjung surut dalam waktu enam jam ini kemudian ditanggapi oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Dia menyarankan, semua pihak bergerak secara ekstra dan cepat.

Bukan hanya Pemprov, kata Ahok, pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane atau BBWSCC, yakni Kementerian PUPR harus segera melakukan normalisasi sungai. Sementara DKI Jakarta, tekan Ahok, harus membenahi daerah aliran sungai atau DAS.

"Namanya iya normalisasi daerah aliran sungai (DAS). Kalau mau dikembalikan ke bentuk semula DAS (tempat jalan air yang maksimal) semua bangunan yang terpaksa di daerah DAS kena bongkar," kata Ahok kepada VOI.

Inilah yang menjadi dasar dirinya kerap melakukan penertiban bangunan yang berada di daerah aliran sungai sewaktu masih menjabat di kursi Gubernur DKI Jakarta.

"Terpaksa kami bongkar, apalagi rumah rumah tanpa ijin dan menduduki DAS," tegasnya.

Dia pun punya jalan keluar bagi Pemprov DKI Jakarta jika melakukan program ini. Salah satunya dengan menyediakan rumah susun. "Sediakan saja yang banyak rumah susun yang terjangkau. Milik seumur hidup hak tinggal dan bayarnya murah," ungkapnya.

Komisaris PT Pertamina ini mengatakan, cara ini lebih manjur ketimbang menyuruh masyarakat dengan gaji tak menentu membeli rumah dengan uang muka atau down payment sebesar 0 persen. 

"Disuruh beli rakyat (dengan) gaji UMP apalagi gaji nggak menentu mana sanggup beli rumah 0 persen? Banyak perumahan lagi sepi jualan bunga 0 persen jangankan kan DP 0 persen. Kalau gaji UMP mana bisa cicil pokoknya," jelasnya.

Jika ini semua dilakukan dengan baik, dia yakin banjir tidak ada lagi di Jakarta. Intinya, Ahok bilang, ikuti saja program yang ada.

Apalagi, program ini bukanlah program milik Joko Widodo atau Ahok. Program tersebut, kata dia, bahkan sudah ada sejak zaman Fauzi Bowo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan sejak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden.

"Jakarta itu beda dengan daerah-daerah. Calon kepala daerah harus mikirkan apa program-program. Karena umumnya belum ada kajian. Di DKI semua sudah lengkap. Tinggal kita berani atau tidak jalankan program yang telah ada dan jika tidak ada perubahan kajian program yang ada. Tinggal kerjakan saja. Semua dilakukan untuk bereskan transportasi, banjir dan mengadministrasikan keadilan  sosial saja . Bukan soal populer atau tidak. Ini soal menjalankan tugas sesuai dengan sumpah jabatan dan profesional atau tidak selama menjabat," kata Ahok