Bagikan:

JAKARTA - Banjir di sejumlah wilayah membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi sorotan. Bahkan, warganet sempat membandingkan eks Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut dengan Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta mulai 2014 hingga 2017.

Selama kepemimpinan Ahok, warganet merasa program yang dihadirkannya lebih bermanfaat untuk menanggulangi banjir. 

Tagar #Ahok hingga Minggu, 21 Februari pukul 1.58 WIB dinihari telah ditweet sebanyak 11,2 ribu orang. Salah satu yang menyertakan tagar ini adalah politisi PDI Perjuangan (PDIP), Budiman Sudjatmiko, @budimandjatmiko.

"Ahok (penista agama dan kasar), beberapa titik banjir saat dia selesaikan jabatannya sebelum kemudian ditahan? Anies (Santun), berapa titik banjirnya kini? sebab begitulah mereka dibedakan saat warga DKI harus memilih pada 2017. Memang Ng*** sih," cuit dia. 

Lantas bagaimana cara Ahok menanggulangi masalah banjir di Jakarta?

Ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Ahok memang menaruh perhatian penuh pada banjir yang kerap melanda Ibu Kota ini termasuk dengan menawarkan kebijakan normalisasi terhadap seluruh sungai dan waduk. Program ini disebut-sebut dapat menyelesaikan masalah banjir yang kerap melanda.

Normalisasi sungai dilakukan dengan memperdalam sungai dan membangun tanggul sehingga dapat lebih menampung air kiriman yang selama ini datang dari Bendungan Katulampa, Bogor, Jawa Barat.

Menurutnya, air di sungai maupun waduk bisa meluap bila hujan terus mengguyur. Apalagi, jika sungai dan waduk yang berfungsi sebagai tampungan berkurang daya tampungnya akibat banyaknya bangunan yang berdiri di atasnya maupun di pinggirannya.

Akibatnya, program normalisasi ini dikenal dengan penggusuran pemukiman di bantaran kali. Karena, saat itu Ahok melebarkan dan selanjutnya, pinggiran kali itu dibeton agar air dapat ditampung.

Meski begitu, dirinya tak sembarangan menempatkan warga yang digusur. Sebab, setelah digusur mereka dipindahkan ke rumah susun. 

Diberitakan sebelumnya, Ahok memberikan saran pada Anies Baswedan untuk menangani banjir di DKI Jakarta yang terjadi akibat hujan deras yang terjadi pada Jumat, 19 Februari lalu. Dia menyarankan, semua pihak bergerak lebih ekstra dan cepat.

Bukan hanya Pemprov, kata Ahok, pemerintah pusat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane atau BBWSCC, yakni Kementerian PUPR harus segera melakukan normalisasi sungai. Sementara DKI Jakarta, tekan Ahok, harus membenahi daerah aliran sungai atau DAS.

"Namanya iya normalisasi daerah aliran sungai (DAS). Kalau mau dikembalikan ke bentuk semula DAS (tempat jalan air yang maksimal) semua bangunan yang terpaksa di daerah DAS kena bongkar," kata Ahok kepada VOI.

Inilah yang menjadi dasar dirinya kerap melakukan penertiban bangunan yang berada di daerah aliran sungai sewaktu masih menjabat di kursi Gubernur DKI Jakarta.

"Terpaksa kami bongkar, apalagi rumah rumah tanpa ijin dan menduduki DAS," tegasnya.

Dia pun punya jalan keluar bagi Pemprov DKI Jakarta jika melakukan program ini. Salah satunya dengan menyediakan rumah susun. "Sediakan saja yang banyak rumah susun yang terjangkau. Milik seumur hidup hak tinggal dan bayarnya murah," ungkapnya.

Komisaris PT Pertamina ini mengatakan, cara ini lebih manjur ketimbang menyuruh masyarakat dengan gaji tak menentu membeli rumah dengan uang muka atau down payment sebesar 0 persen. 

"Disuruh beli rakyat (dengan) gaji UMP apalagi gaji nggak menentu mana sanggup beli rumah 0 persen? Banyak perumahan lagi sepi jualan bunga 0 persen jangankan kan DP 0 persen. Kalau gaji UMP mana bisa cicil pokoknya," jelasnya.

Jika ini semua dilakukan dengan baik, dia yakin banjir tidak ada lagi di Jakarta. Intinya, Ahok bilang, ikuti saja program yang ada.

Apalagi, program ini bukanlah program milik Joko Widodo atau Ahok. Program tersebut, kata dia, bahkan sudah ada sejak zaman Fauzi Bowo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dan sejak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden.

"Jakarta itu beda dengan daerah-daerah. Calon kepala daerah harus mikirkan apa program-program. Karena umumnya belum ada kajian. Di DKI semua sudah lengkap. Tinggal kita berani atau tidak jalankan program yang telah ada dan jika tidak ada perubahan kajian program yang ada. Tinggal kerjakan saja. Semua dilakukan untuk bereskan transportasi, banjir dan mengadministrasikan keadilan  sosial saja. Bukan soal populer atau tidak. Ini soal menjalankan tugas sesuai dengan sumpah jabatan dan profesional atau tidak selama menjabat," pungkasnya.