Banjir Rendam Jakarta, Akademisi Singgung Pencitraan Anies di Cipinang: Kesombongannya Langsung Dijawab Alam
Ilustrasi banjir jakarta (Foto: Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kritik keras datang dari akademisi Ade Armando setelah banjir merendam banyak kawasan di Jakarta. Menurut dia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hanya sibuk pencitraan tanpa tahu prioritas mana yang harus dikerjakan demi kepentingan warga ibu kota. 

Paling kelihatan saat Anies Baswedan memposting foto dirinya bersama seorang ibu di kawasan Cipinang, Jakarta Timur beberapa waktu lalu. Dalam foto di akun twitter @aniesbaswedan terlihat perbandingan antara 2017 di mana kawasan masih dilanda banjir dan 2020 saat bebas banjir. 

"Ini adalah ilustrasi paling menggelikan, peristiwa kunjungan ke Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur pada 9 Februari lalu. Anies membanggakan diri dengan menggambarkan daerah itu sekarang sudah bebas banjir," kata Ade Armando dalam saluran YouTube CokroTV, Sabtu, 20 Februari. 

Kenyataan itu berbanding terbalik dengan kondisi saat ini dimana Kelurahan Cipinang Melayu tetap terendam banjir setinggi 1,5 meter. 

"Digambarkan bahwa itu tercapai karena program Gerebek Lumpur di kali Sunter. Jadi lumpurnya diangkat dan dibangun tanggul baru. Kesombongannya itu yang langsung dijawab alam, pada pertengahan Februari Kelurahan Cipinang Melayu dilanda banjir dengan ketinggian sampai 1,5 meter," sindir Ade. 

Pegiat media sosial ini menambahkan, kebijakan Anies selama menjabat tidak memberikan efek yang besar pada penanggulangan banjir sebagaimana yang dilakukan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Ahok, tegas Ade Armando menerapkan manajemen sungai secara sistematis dengan melebarkan daerah aliran sungai (DAS) sehingga air bisa cepat mengalir ke laut.

Untuk mendukung program ini, Ahok kemudian memindahkan warga yang ada di bantaran sungai ke rumah susun termasuk para penghuni bangunan liar. Program ini yang dilecehkan Anies karena melawan sunnatullah.

"Di seluruh dunia kata Anies air dari langit seharusnya diserap ke bumi bukan dialirkan ke laut, karena itu katanya yang dibangun seharusnya bukan gorong-gorong raksasa tetapi memastikan air dengan segera terserap ke tanah. Dengan begitu juga tidak perlu ada lagi penggusuran pemukiman liar di bantaran kali," terang Ade.

Naturalisasi adalah kebijakan yang tepat untuk mendukung program air harus terserap ke bumi dan bukan dikembalikan ke laut. Masalahnya, terang Ade, naturalisasi hanya sebatas kata-kata, tidak pernah terealisasi oleh Pemprov DKI.

"Anies menjelaskan bahwa naturalisasi berarti mengganti dinding sungai dari beton menjadi kawasan hijau untuk melindungi ekosistem tapi semua serba tidak jelas tidak ada eksekusinya secara berkelanjutan. Jadi normalisasi di stop naturalisasi tidak pernah dijalankan," terang Ade.

Berdasarkan data per pukul 09.00 WIB, RT yang terdamapak jumlahnya sebanyak 200 RT dari total 30.070 RT. Kemudian, ada 26 lokasi pengungsian, dengan total 329 KK dari total 2,4 juta KK yang ada di Jakarta.

Pemprov DKI menyiapkan dapur umum untuk para pengungsi. Selai itu, disiapkan juga tenda isolasi mandiri covid bagi mereka yang memiliki gejala atau terdeteksi dari tes antigen. "Obat-obatan dan prasarana juga kita siapkan," ucapnya.