Bagikan:

TANGERANG - Belasan santri diduga menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) kawasan Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).

Informasi diperoleh dari seorang guru wanita berinisial A, yang pada akhirnya dia dikeluarkan dari ponpes karena mencoba mengungkap dugaan pencabulan tersebut.

“Betul. Ada 13 anak saya ajukan (laporkan) ke Kemenag (Kementerian Agama),” kata A dalam pesan singkat, Rabu, 13 Desember.

A menjelaskan, awal mula terungkap setelah melihat kebiasaan tak lazim para santriwati yang terbiasa menciumi tangan kepala sekolah (Kepsek) Ponpes berinisial H, dimanapun setiak kali bertemu.

“Awalnya Desember 2022 lalu, anak-anak ini terbiasa dengan budaya cium-cium tangan ustaznya (Kepsek),” katanya.

Oleh sebab itu, ia mengumpulkan murid-muridnya yang saat ini telah memasuki usia remaja untuk diberikan penjelasan terkait hal tersebut.

“Jadi saya merasa karena anak-anak di pesantren ini usianya sudah remaja, harus dibatasi,” katanya.

Dalam pertemuan itu, A mendengarkan keluhan-keluhan dari para santriwati. Di tempat itu, ia baru mengetahui bila Kepsek H melakukan tindakan pencabulan hingga kekerasan fisik.

Beberapa santriwati spontan menyampaikan pengakuan adanya sentuhan fisik yang lebih dari sekadar cium tangan dengan Kepsek H. Selain pelecehan, para santri juga menyebut adanya kekerasan fisik yang dialami.

"Dari situ anak-anak (santriwati) mulai mengeluarkan unek-uneknya, ada yang matanya sudah berkaca-kaca, ada yang sudah nangis. Terus bilang ke saya, katanya ada yang pernah ditampar, ustaz juga pegang-pegang kita, terus pegang paha kita, terus sampai payudara kita disenggol-senggol, apa boleh?” ujar A tirukan suara santriwatinya.

Mendengar banyak pengakuan itu, A merasa syok. Dia lantas meneruskan informasi tersebut ke guru-guru senior untuk disampaikan ke pihak yayasan. Beberapa video pengakuan santri pun sempat direkam untuk memperkuat pengaduan tersebut.

Namun upaya A tak disikapi dengan baik di internal ponpes. A lalu nekat menghubungi para orang tua, dan mendampingi mereka untuk membuat laporan ke polisi, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Tangsel, hingga UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Laporan polisi itu tertera dengan nomor: LP/B/2112/IX/2023/SPKT/Res Tangsel tanggal 29 September 2023.

Sayang perjuangan A berujung tragis, di mana dia mengaku telah dikeluarkan pihak yayasan karena dianggap mencemarkan nama baik ponpes.

"Jadi pengurus itu lebih membela ke Kepsek dari pada keterangan saya. Saya dikeluarin Bulan Oktober 2023 kemarin,” tutupnya.