Selain Santriwati yang Jadi Korban, Kepsek Ponpes di Tangsel Juga Lecehkan Salah Satu Guru
Ilustrasi Freepik

Bagikan:

TANGERANG – Kasus dugaan pelecehan seksual dan kekerasan yang dialami sejumlah santriwati di Tangerang Selatan (Tangsel) ditangani Penyelidik Unit VI PPA Satreskrim Polres Tangerang Selatan.

Menilik lebih dalam, diketahui bahwa Kepala Sekolah (Kepsek) pesantren inisial HS juga diduga melakukan pelecehan terhadap salah satu tenaga pengajar di Ponpes tersebut.

Hal itu diungkapkan langsung oleh seorang mantan guru di ponpes berinisial A, Kamis siang, 14 Desember A, di Kawasan Serpong.

Kepada wartawan VOI, A menceritakan soal dugaan pelecehan yang dilakukan Kepala Sekolah (Kepsek) berinsial HS terhadap pengajar berinsial S (25).

“Itu terjadi (pelecehan) bukan hanya kepada anak-anak (santriwati) saja. Ke pengurus pun juga. Ada guru perempuan. Dia pegang-pegang payudara. Itu kejadian pada pertengahan Desember (2022),” ucap

A saat ditemui di Teras Kota, Tangerang Selatan, Kamis, 15 Desember.

Kendati demikian, korban tidak membuat laporan kepolisian karena takut pekerjaannya terancam.

“Dia masih mengajar. Mungkin lebih mementingkan kariernya,” ujar A.

Sebelumnya diberitakan, belasan santri diduga menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) kawasan Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel).

Informasi diperoleh dari seorang guru wanita berinisial A, yang mengaku dipecat dari ponpes karena mencoba mengungkap dugaan pencabulan tersebut.

“Betul. Ada 13 anak saya ajukan (laporkan) ke Kemenag (Kementerian Agama),” kata A dalam pesan singkat, Rabu, 13 Desember.

A menjelaskan, awal mula terungkap setelah melihat kebiasaan tak lazim para santriwati yang terbiasa menciumi tangan kepala sekolah (Kepsek) Ponpes berinisial H, dimanapun setiak kali bertemu.

“Awalnya Desember 2022 lalu, anak-anak ini terbiasa dengan budaya cium-cium tangan ustaznya (Kepsek),” katanya.

Oleh sebab itu, ia mengumpulkan murid-muridnya yang saat ini telah memasuki usia remaja untuk diberikan penjelasan terkait hal tersebut.

“Jadi saya merasa karena anak-anak di pesantren ini usianya sudah remaja, harus dibatasi,” katanya.

Dalam pertemuan itu, A mendengarkan keluhan-keluhan dari para santriwati. Di tempat itu, ia baru mengetahui bila Kepsek H melakukan tindakan pencabulan hingga kekerasan fisik.

Beberapa santriwati spontan menyampaikan pengakuan adanya sentuhan fisik yang lebih dari sekadar cium tangan dengan Kepsek H. Selain pelecehan, para santri juga menyebut adanya kekerasan fisik yang dialami.

"Dari situ anak-anak (santriwati) mulai mengeluarkan unek-uneknya, ada yang matanya sudah berkaca-kaca, ada yang sudah nangis. Terus bilang ke saya, katanya ada yang pernah ditampar, ustaz juga pegang-pegang kita, terus pegang paha kita, terus sampai payudara kita disenggol-senggol, apa boleh?” ujar A tirukan suara santriwatinya.