JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar setuju bila mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa diberi hak remisi atau pengurangan masa hukuman.
Fickar menyebut Pasal 2 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 mencantumkan hukuman mati bagi koruptor utamanya di masa tertentu seperti masa pandemi COVID-19. Namun, yang perlu diingat dalam UUD 1945 Pasal 28i mengatur hak untuk hidup.
"Saya sangat setuju terhadap koruptor Edhy Prabowo dan Juliari Batubara dihukum seumur hidup sampai busuk di penjara," kata Fickar dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu, 17 Februari.
Dirinya mengatakan, praktik korupsi yang dilakukan oleh dua mantan pembantu Jokowi ini adalah tindakan yang keji karena dilakukan di tengah pandemi COVID-19. Padahal, keduanya adalah pejabat tertinggi tapi malah melakukan praktik korupsi.
"Mereka tidak tahu diri, karena sudah sebagai pejabat tertinggi malah menyalahgunakan jabatannya di masa bencana dan yang dikorupsi yang jatahnya rakyat pula. Ini adalah korupsi yang paling keji," tegasnya.
BACA JUGA:
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima suap yang berkaitan dengan ekspor benur atau benih lobster. Penetapan tersangka ini dilakukan setelah dirinya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) sepulangnya dari lawatan ke Amerika Serikat.
Dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).
Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).
Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.
Sedangkan Juliari ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK lebih dulu menjerat anak buahnya dalam operasi senyap. Dia ditetapkan sebagai penerima suap terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Tak hanya itu, komisi antirasuah juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.