Panggil Dinkes Soal Kasus Helena Lim, Ombudsman Temukan Kegagalan Sistem Data Nakes yang Divaksin
Ilustrasi/Suntik vaksin COVID-19 (DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya memanggil Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti untuk meminta keterangan mengenai pendataan vaksinasi COVID-19 tahap pertama khusus tenaga kesehatan (nakes).

Hal ini disebabkan kasus selebgram Helena Lim yang ikut dalam vaksinasi khusus tenaga kesehatan di Puskesmas Kebon Jeruk beberapa waktu lalu. Helena terdaftar sebagai karyawan Apotek Bumi. Namun, ternyata Helena hanya sebatas kerabat dari pemilik Apotek.

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho menemukan adanya ketidakmampuan sistem informasi sumber daya manusia kesehatan (SISDMK) meliputi nama, nomor induk kependudukan, dan alamat tenaga keseahatan yang menjadi sasaran vaksinasi.

"Kegagalan sistem informasi ini menyebabkan banyaknya tenaga kesehatan yang tidak menerima undangan untuk vaksinasi dan menyebabkan terhambatnya proses vaksinasi bagi tenaga kesehatan," kata Teguh dalam keterangannya kepada VOI, Rabu, 17 Februari.

Akhirnya, Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemnterian Kesehatan mengeluarkan kebijakan pendataan manual. Khusus tenaga kesehatan, verifikasi data manual menggunakan surat tanda registrasi (STR). 

Sementara, untuk tenaga penunjang kesehatan, datanya hanya didasarkan pada surat keterangan bekerja dari fasilitas kesehatan tempatnya bekerja.

Sayangnya, kata Teguh, pendataan secara manual tersebut tanpa diimbangi dengan panduan kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang untuk memastikan kebenaran latar belakang profesi sasaran vaksin tersebut.

Celah ini menurut Teguh dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memasukkan nama seseorang yang tidak masuk dalam kategori tenaga kesehatan.

"Dapat diduga dalam kasus selebgram di Jakarta Barat, ada potensi pemalsuan dokumen dari pihak pemberi kerja kepada individu yang bersangkutan dengan memanfaatkan celah lemahnya proses verifikasi data manual bagi tenaga penunjang kesehatan," tutur Teguh. 

"Lalu, dugaan pemalsuan dokumen itu merupakan tindak pidana yang sepenuhnya menjadi kewenangan pihak kepolisian," imbuhnya.