JAKARTA - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan untuk memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) atas laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.
Putusan ini berkaitan dengan hasil putusan MK soal pengabulan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres.
Dalam penanganan perkara ini Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Jimly di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa, 7 November.
Saat amar putusan pemberhentian paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka ini dibacakan, sejumlah pelapor yang hadir di ruang sidang seketika bertepuk tangan.
MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.
MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Putusan MKMK ini merujuk pada laporan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden.
Putusan penanganan perkara MKMK dibacakan Ketua MKMK merangkap Anggota, Jimly Asshiddiqie (tokoh masyarakat), Sekretaris merangkap Anggota MKMK, Wahiduddin Adams (hakim konstitusi), dan Anggota MKMK, Bintan R. Saragih (akademisi bidang hukum).
MKMK telah menerima 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim MK atas putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun untuk maju sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Namun, dalam sidang ini, pembacaan hasil penanganan perkara dibagi dalam empat putusan.
BACA JUGA:
Putusan ini merujuk Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Dalam regulasi tersebut, terdapat 3 jenis sanksi yang bisa dijatuhkan, teguran lisan, teguran tertulis, atau pemberhentian tidak dengan hormat.