Bagikan:

JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyayangkan proses sidang pelanggaran kode etik hakim konstitusi digelar secara terbuka oleh Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.

Dalam proses sidang etik atas putusan MK dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 soal batas usia capres-cawapres, Jimly memutuskan untuk menggelar sidang terbuka saat memeriksa pelapor setelah meminta persetujuan yang bersangkutan.

Anwar menegaskan, semua proses sidang etik yang ditangani MKMK sebelum putusan harusnya digelar tertutup. Sebab, hal itu diamanatkan dalam peraturan MK.

"Saya menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan Peraturan MK, dilakukan secara terbuka," kata Anwar dalam konferensi pers di gedung MK, Jakarta Pusat, 8 November.

Meski pelapor menyetujui sidang pelanggaran etik hakim konstitusi digelar terbuka, Anwar menegaskan hal itu melanggar norma yang menjaga martabat para hakim maupun lembaga MK.

"Hal itu secara normatif tentu menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat hakim konstitusi, baik secara individual maupun secara institusional," cecarnya.

Dalam putusan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dibacakan pada Selasa, 7 November, Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi.

Jimly menyebut paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka ini mebuka ruang pihak luar untuk mengintervensi perumusan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," ungkap Jimly.

Hal ini didukung oleh sikap Anwar Usman yang terlibat dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) atas perkara 90/PUU-XXI/2023, setelah sebelumnya absen dalam RPH perkara uji materi serupa.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) tidak mundur dari penanganan perkara 90/PUU-XXI/2023, padahal secara nyata-nyata terdapat benturan kepentingan, karena perkara 90/PUU-XXI/2023 berkaitan langsung dengan kepentingan keluarga hakim terlapor, yaitu Gibran Rakabuming Raka," ungkap Jimly.

Sanksinya, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK imbas dari putusan MK yang meloloskan Gibran maju sebagai cawapres meski belum berusia 40 tahun. MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.