Bagikan:

JAKARTA - Hakim konstitusi Anwar Usman menyatakan dirinya tak akan mengundurkan diri dari Mahkamah Konstitusi (MK) setelah diberhentikan sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Anwar menegaskan tak bakal mundur karena merasa pencopotannya dimuarai oleh fitnah bahwa dirinya terlibat konflik kepentingan atas putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres. Putusan MK tersebut membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun untuk maju pilpres.

"Saat ini, harkat, derajat, martabat saya sebagai hakim karier selama hampir 40 tahun dilumatkan oleh fitnah yang keji. Tetapi saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur, dalam menegakkan hukum dan keadilan dinegara tercinta," ungkap Anwar dalam konferensi pers di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 8 November.

Anwar mengungkap, terdapat skenario untuk merusak nama baiknya dari putusan MKMK atas pelanggaran kode etiknya. Dalam putusannya, MKMK menilai Anwar membuka ruang intervensi kepada pihak luar dalam memutus perkara batas usia capres-cawapres.

Anwar pun mengaku telah mengetahui skenario ini dirancang sebelum MKMK dibentuk.

"Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnuzon, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berpikir," ujar dia.

Anwar menyadari penanganan perkara yang berkaitan dengan pemilu memang kuat bermuatan politik. Namun, ia menegaskan putusannya yang kepala daerah di bawah 40 tahun menjadi capres-cawapres bukan ditujukan untuk meloloskan Gibran, keponakannya, untuk melenggang di Pilpres 2024.

"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum. Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya, diujung masa pengabdian saya sebagai Hakim, demi meloloskan pasangan calon tertentu," tegasnya.

Dalam putusan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dibacakan pada Selasa, 7 November, Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Jimly menyebut paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka ini mebuka ruang pihak luar untuk mengintervensi perumusan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," ungkap Jimly.

Hal ini didukung oleh sikap Anwar Usman yang terlibat dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) atas perkara 90/PUU-XXI/2023, setelah sebelumnya absen dalam RPH perkara uji materi serupa.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) tidak mundur dari penanganan perkara 90/PUU-XXI/2023, padahal secara nyata-nyata terdapat benturan kepentingan, karena perkara 90/PUU-XXI/2023 berkaitan langsung dengan kepentingan keluarga hakim terlapor, yaitu Gibran Rakabuming Raka," ungkap Jimly.

Sanksinya, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK imbas dari putusan MK yang meloloskan Gibran maju sebagai cawapres meski belum berusia 40 tahun.

MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.