Bagikan:

JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman merasa tak terima keluarganya diseret dalam isu konflik kepentingan atas putusan MK yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun.

Paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka juga menyayangkan sejumlah pihak memberi julukan MK menjadi "mahkamah keluarga". Menurutnya, hal ini adalah fitnah yang tak bisa dibenarkan.

"Saya tidak pernah berkecil hati sedikit pun terhadap fitnah yang menerpa saya, keluarga saya selama ini. Bahkan, ada yang tega mengatakan mengatakan MK sebagai 'mahkamah keluarga'. Masyaallah. Mudah-mudahan diampuni oleh Allah SWT," kata Anwar di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu, 8 November.

Anwar mengklaim dirinya tak berupaya meloloskan Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam Pilpres 2024 lewat putusan MK terkait batas usia capres-cawapres.

Sebab, jika putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun mengikuti pilpres menjadi karpet merah untuk Gibran maju sebagai cawapres, menurut Anwar sama saja dengan merusak nama baiknya sendiri.

"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum. Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya, diujung masa pengabdian saya sebagai Hakim, demi meloloskan pasangan calon tertentu," ucap Anwar.

Anwar menegaskan, putusan perkara pengujian undang-undang (PUU) Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) hanya menyangkut norma bukan kasus konkret.

Itu sebabnya, Anwar Usman tetap ikut memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) sebelum putusan batas usia capres-cawapres tersbeut dibacakan.

"Apakah sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK, saya harus mengingkari putusan-putusan terdahulu, karena disebabkan adanya tekanan publik, atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula? Atau saya harus mundur dari penanganan perkara 96/PUU-XVIII/2020, demi menyelamatkan diri sendiri? Jika hal itu saya lakukan, maka sama halnya saya menghukum diri sendiri karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai hakim dalam memutus perkara," tegas Anwar.

"Jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak. Tentu rakyat lah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," tambahnya.

Dalam putusan pelanggaran etik hakim konstitusi yang dibacakan pada Selasa, 7 November, Ketua MKMK Jimly Asshidiqqie menyatakan, Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitsusi.

Jimly menyebut paman dari bakal calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka ini mebuka ruang pihak luar untuk mengintervensi perumusan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang membolehkan kepala daerah belum berusia 40 tahun maju sebagai capres-cawapres.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi, Penerapan angka 1, 2, dan 3," ungkap Jimly.

Hal ini didukung oleh sikap Anwar Usman yang terlibat dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) atas perkara 90/PUU-XXI/2023, setelah sebelumnya absen dalam RPH perkara uji materi serupa.

"Hakim terlapor (Anwar Usman) tidak mundur dari penanganan perkara 90/PUU-XXI/2023, padahal secara nyata-nyata terdapat benturan kepentingan, karena perkara 90/PUU-XXI/2023 berkaitan langsung dengan kepentingan keluarga hakim terlapor, yaitu Gibran Rakabuming Raka," ungkap Jimly.

Sanksinya, MKMK memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK imbas dari putusan MK yang meloloskan Gibran maju sebagai cawapres meski belum berusia 40 tahun. MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.

MKMK juga melarang Anwar Usman, yang kini hanya menjadi Anggota MK, untuk kembali mencalonkan diri sebagai Ketua MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.