Bagikan:

JAKARTA - Agustri Yogasmara yang merupakan operator mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ihsan Yunus mengembalikan dua unit sepeda lipat bermerek Brompton. Sepeda yang diberikan oleh Harry Sidabuke, tersangka pemberi suap dalam kasus suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19 ini selanjutnya bakal dianalisis dan kemudian disita jika terkait.

Sekitar pukul 14.00 WIB, Rabu, 10 Februari kemarin, Agustri Yogasmara alias Yogas tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Setibanya di gedung tersebut, dia langsung menuju meja registrasi dan menuju ke lantai dua  ruang penyidik sebelum menyerahkan dua sepeda tersebut.

Setelah penyerahan sepeda dilakukan, KPK langsung melakukan rekonstruksi ulang kasus ini. Ada kejadian menarik dalam kegiatan rekontruksi ini. Operator Ihsan Yunus, Yogas nampak gugup saat melipat sepeda yang akan dimasukan ke dalam mobil. 

Alhasil sepeda buatan Inggris itu tidak terlibat dengan sempurna dan membuat Harry membantu melipat sepeda itu. Meski sudah dibantu, namun sepeda itu belum terlipat dengan sempurna dan akhirnya, sepeda itu dimasukan ke dalam mobil dengan lipatan tidak sempurna.

Dalam rekonstruksi ini, penyidik sempat menanyakan beberapa hal. Termasuk mobil yang digunakan oleh Yogas saat menerima dua unit sepeda tersebut.

"Waktu penyerahan sama siapa?" tanya penyidik ke Yogas di Gedung KPK.

"Sendiri," jawabnya.

"Kamu waktu itu bawa Alphard silver sama siapa?"

"Sendiri," katanya.

Tak puas dengan jawaban Yogas, penyidik pun menanyakan kembali pertanyaan yang sama kepada Harry Sidabuke.

"Naik Alphard silver sendiri benar, Harry? Alphard silver atau BMW?"

"Iya, Alphard silver, pak," jawab Harry.

Selanjutnya, kedua orang ini melakukan adegan menaikkan sepeda Brompton yang diduga berkaitan dengan perkara suap yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tersebut. Setelah rekonstruksi beres dilakukan, keduanya lantas kembali dibawa masuk ke dalam Gedung Merah Putih KPK untuk diperiksa lebih lanjut oleh penyidik.

Sepeda akan dianalisis lebih lanjut

Setelah menerima sepeda dan melakukan rekonstruksi, Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan dua unit Brompton ini bakal dianalisis lebih lanjut apakah terkait dengan kasus suap bansos COVID-19 di wilayah Jabodetabek.

"Hari ini saksi Agustri Yogasmara hadir menyerahkan 2 unit sepeda Brompton kepada tim penyidik KPK. Berikutnya tentu akan dilakukan analisa lebih lanjut terkait barang tersebut," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.

Jika dari hasil analisis ditemukan adanya keterkaitan dengan kasus bansos, sepeda akan disita KPK.

"Apabila kemudian disimpulkan ada keterkaitan dengan perkara yang sedang dalam proses penyidikan ini tentu akan segera dilakukan penyitaan sebagai barang bukti dalam berkas perkara," ungkapnya.

Diketahui, dalam rekonstruksi perkara yang dilakukan pada Senin, 1 Februari lalu, sebagai operator Ihsan Yunus, Yogas disebut menerima uang sebesar Rp1,53 miliar dan 2 unit sepeda Brompton dari Harry Sidabuke.

Adapun pemberian uang yang dilakukan Harry pada Yogas pada Juni 2020 lalu di sekitar Jalan Salemba Raya dan dilakukan dalam sebuah mobil. Sementara dua unit sepeda Brompton diberikan pada November 2020.

Selanjutnya, penyidik memeriksa Yogas pada Senin, 8 Februari lalu. Pemeriksaan ini dilakukan hari ini, setelah sebelumnya dia tak memenuhi panggilan penyidik pada Jumat, 29 Januari lalu.

Dalam pemeriksaan tersebut, Yogas dicecar penyidik terkait beberapa hal. Termasuk terkait pelaksanaan pengadaan bansos di Jabodetabek pada 2020 lalu di Kementerian Sosial (Kemensos) yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.

Bagaimana nasib Ihsan Yunus?

Adanya fakta jika operator anggota Fraksi DPR RI PDI Perjuangan menerima sepeda Brompton dan uang sebesar Rp1,53 miliar membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK mengusut tuntas kasus ini. Apalagi, dalam kasus ini, peran Ihsan telah terlihat jelas setelah ada penerimaan uang dan sepeda melalui operatornya.

"Untuk kasus ini, ICW mendesak KPK untuk mengusut tuntas kasus ini. Apalagi sebenarnya sudah jelas nama Ihsan ada di rekonstruksi ya, mau apapun backgroundnya, apalagi politikus harus dikejar dan diselesaikan," kata peneliti ICW Dewi Anggraeni kepada wartawan.

Dia juga menilai, dalam kasus ini sebenarnya KPK sudah punya dua alat bukti untuk menetapkan Ihsan sebagai tersangka. "Dan juga terbukti jelas perannya," tegasnya.

"Makanya, ICW desak KPK segera masuk ke tahap baru. Karena sejauh ini kan KPK bisa dikatakan agak kurang serius ya kalau menangani politikus," imbuhnya.

Selain itu, dia juga menyinggung perihal bakal dibukanya penyelidikan baru untuk menetapkan tersangka baru seperti yang disinggung oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto. 

Menurut dia, KPK sebenarnya tak perlu membuka kembali penyelidikan baru dalam kasus tersebut. Sepengetahuannya, komisi antirasuah sebenarnya bisa langsung mengembangkan perkara untuk menetapkan tersangka baru.

"Nah, kalau KPK menyatakan pendapat seperti itu, malah harus dipertanyakan ulang, kasus Juliari dan misalnya kasus Ihsan kan bukan kasus berbeda. Kenapa harus dibedakan penanganannya," ungkapnya.

"Setahu saya, kasus yang sedang ditangani oleh KPK itu bisa berkembang lalu bisa ditetapkan tersangka lagi, selama sudah memenuhi aturan," tambah Dewi.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan sejumlah tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi bantuan sosial (bansos) paket sembako untuk pengananan COVID-19 di wilayah Jabodetabek termasuk Menteri Sosial non-aktif Juliari Batubara.

Selain Juliari, KPK juga menetapkan empat tersangka lainnya yaitu Pejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial (PPK) MJS dan AW sebagai penerima suap serta AIM dan HS selaku pemberi suap.