Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Muhaimin Iskandar atau Cak Imin minta dijadwal ulang sebagai saksi kasus korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) pada Kamis, 7 September. Tapi, penyidik menyatakan tak bisa karena ada kegiatan penggeledahan.

“Karena hari Kamis ada agenda lain yang kemarin sudah kami sampaikan tim penyidik masih kumpulkan alat bukti di daerah, oleh karena itu tim penyidik akan jadwalkan kembali pemanggilan kepada saksi ini nanti minggu depan,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 5 September.

Meski begitu, Ali belum memerinci waktu pasti pemanggilan selanjutnya. Dia hanya minta Cak Imin memenuhi panggilan.

“Kami akan sampaikan kembali kepada saksi untuk hadir di waktu yang ditentukan oleh tim penyidik KPK di minggu depan,” tegasnya.

Sebelumnya, komisi antirasuah akan meminta keterangan Cak Imin karena dia sempat menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja periode 2009-2014 di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya saja, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu tak bisa hadir karena harus mendatangi acara yang sudah dijadwalkan.

“Saya sudah dijadwalkan oleh teman-teman Jami'atul Quro' wal Huffadz (JQH) organisasi para hafiz dan qori Quran NU, jadi saya sudah dijadwalkan lama untuk membuka forum MTQ Internasional dari banyak negara, sebagai wakil ketua DPR saya harus membuka itu,” kata Cak Imin dikutip dari akun Youtube Najwa Shihab yang tayang pada Senin malam, 4 September.

Alasan ini yang membuat Cak Imin meminta KPK menunda pemeriksaan. Ke depan, dia memastikan akan hadir memenuhi panggilan penyidik dan siap menjelaskan apapun yang diketahuinya.

“Saya harus hormati dan dukung penuh semua langkah-langkah KPK. Saya komitmen, makanya saya beberapa kali diminta datang oleh KPK, saya datang dan saya jelaskan semuanya," tegasnya.

Dalam kasus korupsi sistem proteksi TKI, KPK mengatakan ada tiga tersangka yang ditetapkan. Meski belum diumumkan, Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker I Nyoman Darmanta dikabarkan turut terlibat.

Adapun nilai proyek pengadaan sistem informasi yang diduga menjadi bancakan para pelaku mencapai sekitar Rp20 miliar. Wakil Ketua Alexander Marwata menyebut sistem ini diduga dikorupsi hingga akhirnya tak bisa digunakan untuk mengawasi TKI.

“Yang bisa komputer saja untuk mengetik dan lain sebagainya. Tapi, sistemnya sendiri enggak berjalan,” ungkap Alexander kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 24 Agustus.