JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengaku dirinya tak menutup peluang untuk pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter. Meskipun, saat ini rencana pembangunan dihentikan sementara.
Hanya saja, ketika ITF Sunter berhasil dibangun dan beroperasi, Heru mengaku Pemprov DKI tak sanggup membayar biaya tipping fee kepada mitra pengelola fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut.
"Saya intinya boleh-boleh aja B2B (business-to-business), tapi Pemda DKI tidak sanggup untuk berikan tipping fee," kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat, 28 Juli.
Karenanya, Heru berencana mengembangkan proyek Refuse Derived Fuel (RDF). RDF pertama telah beroperasi di Bantargebang. Selanjutnya, Pemprov DKI berencana kembali membangun 2 RDF di Rorotan di Jakarta Utara dan Pegadungan di Jakarta Barat.
Namun, Heru mempersilakan jika badan usaha milik daerah (BUMD) DKI masih tetap ingin membangun ITF. Dengan catatan, tak ada biaya tipping fee yang dibebankan dari APBD.
"Kami akan kembangkan RDF. Silahkan aja kalau ada yang mau kembangkan ITF tanpa tipping fee," ungkap Heru.
BACA JUGA:
Pemprov DKI Jakarta sejatinya telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp577 miliar dari APBD 2023 sebagai modal awal pengerjaan ITF Sunter. Namun, pengerjaan ITF Sunter pada tahun ini dibatalkan.
Perhitungannya, nilai investasi pembangunan ITF Sunter mencapai Rp5,2 triliun. Proyek ini jelas membutuhkan investor dari pihak swasta untuk pendanaannya.
Yang memberatkan ketika ITF Sunter beroperasi, Pemprov DKI harus membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada investor sekitar Rp500 ribu per ton olahan sampah dalam jangka waktu 20 hingga 30 tahun.
Dengan kata lain, jika kesepakatan dengan investor ini dilakukan, Pemprov DKI harus mengeluarkan total biaya tipping fee sebesar Rp36,5 triliun. Itu pun dengan catatan nilai tersebut tidak naik selama kontrak berjalan.