JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memastikan bahwa pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter dibatalkan meskipun telah direncanakan beberapa tahun lalu.
Namun, Heru menyadari Pemprov DKI harus memiliki program lain untuk mengurangi tumpukan sampah di Jakarta dengan mengolahnya menjadi energi.
Karenanya, Heru berencana mengembangkan proyek Refuse Derived Fuel (RDF). RDF pertama telah beroperasi di Bantargebang. Selanjutnya, Pemprov DKI berencana kembali membangun 2 RDF di Rorotan di Jakarta Utara dan Pegadungan di Jakarta Barat.
"Kita harapkan menggunakan konsep RDF. Dua RDF nanti di Rorotan dan Pegadungan. Pembangunannya 2024 bersama dengan PLN," kata Heru saat ditemui di TPST Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 27 Juni.
Heru menjelaskan alasan pembatalan proyek ITF Sunter yang telah dilakukan groundbreaking oleh Gubernur DKI Jakarta periode lalu, sebelum akhirnya mandek. Heru merasa proyek ITF Sunter terlalu membebani APBD.
Heru menjelaskan, nilai investasi pembangunan ITF Sunter mencapai Rp5,2 triliun. Proyek ini jelas membutuhkan investor dari pihak swasta untuk pendanaannya.
Yang memberatkan, ketika ITF Sunter beroperasi, Pemprov DKI harus membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada investor sekitar Rp500 ribu per ton olahan sampah dalam jangka waktu 20 hingga 30 tahun.
Perhitungannya jika kesepakatan dengan investor ini dilakukan, Pemprov DKI harus mengeluarkan total biaya tipping fee sebesar Rp36,5 triliun. Itu pun dengan catatan nilai tersebut tidak naik selama kontrak berjalan.
"Pemda DKI bukannya tidak mau. Konsepnya (ITF Sunter) bagus. Tapi, sekali lagi, Pemda DKI tidak mampu membayar tipping fee," urai Heru.
Pada RDF Plant yang sudah beroperasi ini, olahan sampah menjadi bahan bakar setara batu bara ini dijual PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Tbk dengan harga 24 Dolar AS per ton atau setara dengan Rp359 ribu dalam kurs saat ini.
Setiap harinya, RDF Plant Bantargebang mengolah 2.000 ton sampah yang terdiri dari 1.000 ton sampah lama di Bantargebang dan 1.000 ton sampah yang baru dikirim dari Jakarta dan menghasilkan 700 ton bahan bakar.
Heru mengakui kuantitas olahan sampah RDF Plant bantargebang ini masih belum memenuhi kebutuhan offtaker, seperti PT Indocement yang butuh 2.500 ton bahan bakar setiap harinya.
BACA JUGA:
Namun, Heru memandang setidaknya kerja sama ini sudah menjadi solusi permasalahan sampah di TPST Bantargebang yang sudah menumpuk dengan produksi sampah dari Jakarta yang mencapai 7.500 ton.
“Ini menjadi solusi, karena setiap harinya, sebanyak ±7.500 ton per hari sampah dari wilayah DKI Jakarta diangkut ke TPST Bantargebang sehingga TPST Bantargebang hampir mencapai kapasitas maksimalnya,” imbuh dia.