Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto memastikan anggaran Rp577 miliar yang dialokasikan sebagai modal awal pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter yang dialokasikan dalam APBD tahun 2023 belum terpakai.

Dalam penetapannya, anggaran modal pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik masuk dalam alokasi penyertaan modal daerah (PMD) kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro).

Anggaran ini, kata Asep, bakal ditarik dan dialokasikan untuk kegiatan lain oleh Jakpro saat penyusunan perubahan APBD (APBD-P).

"Jadi, pastinya nanti ada perubahan dalam pembahasan APBD-P. Kalaupun nanti diputuskan dalam pembahasan APBD-P itu tetap digunakan untuk Jakpro tapi digunakan kegiatan lain, ya silakan. Atau, mungkin nanti dicatatkan kembali, dikembalikan oleh Jakpro, itu silakan," kata Asep kepada wartawan, Rabu, 2 Agustus.

Saat ini, Pemprov DKI lebih fokus mengembangkan pembangunan Refuse Derived Fuel (RDF) sebagai sarana pengolahan sampah Jakarta.

RDF pertama telah beroperasi di lokasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi. Selanjutnya, Pemprov DKI berencana kembali membangun 2 RDF di Rorotan di Jakarta Utara dan Pegadungan di Jakarta Barat.

"Memang kalau kita simak dari pernyataan Pak Gubernur, semua teknologi itu bagus tapi saat ini pemprov fokus dengan RDF. kenapa RDF? Karena RDF adalah fasilitas yang cepat dibangun, hanya 1 tahun pembangunan fisiknya dan pembiayaannya juga tidak terlalu mahal," urai Asep.

Beberapa waktu lalu, Heru Budi Hartono memutuskan untuk membatalkan pembangunan ITF Sunter pada tahun ini. Padahal, pembangunan ITF Sunter telah dilakukan groundbreaking oleh Gubernur DKI Jakarta periode lalu, sebelum akhirnya mandek. Heru merasa proyek ITF Sunter terlalu membebani APBD.

"Iya (ITF Sunter batal). Kita kan enggak sanggup, ya," kata Heru saat ditemui di TPST Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa, 27 Juli.

Heru menjelaskan, nilai investasi pembangunan ITF Sunter mencapai Rp5,2 triliun. Proyek ini jelas membutuhkan investor dari pihak swasta untuk pendanaannya.

Yang memberatkan, ketika ITF Sunter beroperasi, Pemprov DKI harus membayar biaya pengelolaan sampah atau tipping fee kepada investor sekitar Rp500 ribu per ton olahan sampah dalam jangka waktu 20 hingga 30 tahun.

Perhitungannya jika kesepakatan dengan investor ini dilakukan, Pemprov DKI harus mengeluarkan total biaya tipping fee sebesar Rp 36,5 triliun. Itu pun dengan catatan nilai tersebut tidak naik selama kontrak berjalan.

"Pemda DKI bukannya tidak mau. Konsepnya (ITF Sunter) bagus. Tapi, sekali lagi, Pemda DKI tidak mampu membayar tipping fee," urai Heru.