Bagikan:

JAKARTA - Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan pihaknya menemukan ranjau anti-personil di area Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia yang dikuasai Rusia di Ukraina, mengatakan itu melanggar prosedur keselamatan.

PLTN terbesar di Eropa itu diduduki pasukan Rusia pada hari-hari pertama invasi Februari tahun lalu. IAEA telah membuat mekanisme keamanan untuk mencegah kecelakaan, sementara Ukraina dan Rusia saling tuduh melakukan penembakan di dan sekitar pembangkit.

Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi mengatakan, inspektur badan yang ditempatkan di PLTN tersebut telah menemukan ranjau di zona penyangga antara penghalang perimeter internal dan eksternal situs, juga telah menemukan ranjau selama pemeriksaan sebelumnya.

"Memiliki bahan peledak seperti itu di lokasi, tidak sesuai dengan standar keselamatan IAEA dan pedoman keamanan nuklir, menciptakan tekanan psikologis tambahan pada staf instalasi," kata Grossi dalam sebuah pernyataan di situs badan itu, melansir Reuters 25 Juli.

Sebelumnya, Grossi telah mengeluarkan peringatan serupa tentang ranjau bulan lalu. Pada kedua kesempatan itu dia menyarankan agar tidak menimbulkan risiko bagi keamanan pabrik.

Dalam catatan Hari Senin, Grossi mengatakan penilaian awal lembaganya adalah, bahkan jika mereka meledak, "ranjau ini seharusnya tidak mempengaruhi sistem keselamatan dan keamanan nuklir di situs itu".

Ranjau, katanya, berada di area yang tidak dapat diakses oleh staf, sementara inspektur diberi tahu " itu adalah keputusan militer dan di area yang dikendalikan oleh militer".

Diketahui, Grossi telah mengunjungi pabrik itu tiga kali sejak diambil alih oleh pasukan Rusia, tetapi tidak dapat mencapai kesepakatan dengan otoritas Rusia dan Ukraina untuk membuat protokol keselamatan guna mencegah kecelakaan.

Sementara, ketegangan sering meningkat di PLTN. Masing-masing pihak menuduh satu sama lain bulan ini merencanakan serangan terhadap PLTN.

Moskow sendiri mengatakan pembangkit itu pada akhirnya akan terhubung ke jaringan listrik Rusia. Kendati, tak satu pun dari enam reaktor pembangkit terse but telah menghasilkan listrik.