JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan peranan eks Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto di kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Dia diduga menjadi calo.
"Ya, mirip-mirip seperti itu (calo kasus, red)," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Mei.
Peranan ini dimulai saat Dadan menjadi debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka berperkara di MA. Dia meminta Dadan untuk membantunya menangani kasus yang sedang berproses.
Selanjutnya, Dadan kemudian minta sejumlah uang untuk pengurusan perkara di MA. Duit suap itu kemudian mengalir ke beberapa pihak.
"Jadi, (uangnya, red) melalui tadi, melalui saudara DTY (Dadan Tri Yudianto), kemudian selanjutnya mengalir ke yang lain, jadi begitu," tegasnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan sebagai tersangka dugaan suap pengurusan perkara. Dia ditetapkan bersama Dadan Tri Yudianto.
"Benar, KPK telah tetapkan dua orang pihak sebagai tersangka yaitu pejabat di MA dan seorang swasta," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 10 Mei.
Keterlibatan Hasbi terendus setelah namanya disebut dalam dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno yang merupakan pengacara. Disebutkan, dia ikut membantu pengurusan perkara di MA dengan perantara Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto.
Sementara itu, dalam kasus suap pengurusan perkara ada 15 tersangka yang sudah ditetapkan. Mereka adalah adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo; Hakim Agung Gazalba Saleh; Hakim Yustisial Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.
Tersangka lainnya, yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati; Hakim Yustisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu; dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal dan Albasri.
BACA JUGA:
Kemudian, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka, dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto.
Selain itu, ada satu tersangka lain yang baru saja ditetapkan dalam kasus ini yaitu Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar (SKM), Wahyu Hardi. Ia diduga memberi uang sebesar Rp3,7 miliar kepada Edy Wibowo agar rumah sakit tersebut tidak dinyatakan pailit di tingkat kasasi.