JAKARTA - Eks Direktur Keuangan PT Amarta Karya, Trisna Sutisna ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penahanan dilakukan karena dia menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero pada 2018-2020.
"Tim penyidik menahan tersangka TS untuk 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Mei.
Johanis mengatakan penahanan ini bisa diperpanjang jika dibutuhkan penyidik. Trisna akan mendekam di Rutan KPK cabang Markas Komando Puspom AL, Jakarta Utara.
Komisi antirasuah juga memanggil seorang tersangka lainnya untuk ditahan yaitu mantan Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo. Namun, dia tak hadir dengan alasan sakit.
"KPK mengingatkan tersangka CP agar hadir di penjadwalan pemanggilan berikutnya dari tim penyidik," ungkap Johanis.
Dalam kasus ini, KPK menyebut Catur meminta Trisna menyiapkan uang untuk kepentingan pribadinya pada 2017. Permintaan itu kemudian diambil dari proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.
Tak hanya itu, Trisna juga minta sejumlah staf PT Amarta Karya membuat badan usaha berbentuk CV sebagai subkontraktor untuk merealisasikan permintaan Catur. Perusahaan fiktif yang dibuat itu dimasukkan dalam proyek padahal tidak melakukan apapun, kata Johanis.
"Tersangka CP selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan surat perintah membayar (SPM) yang ditandatangani tersangka TS," jelasnya.
BACA JUGA:
Selanjutnya, uang itu disimpan dalam rekening, ATM, dan cek badan usaha fiktif yang sengaja dibuat untuk melancarkan keinginan Catur. Setidaknya ada 60 proyek yang disub secara fiktif oleh keduanya.
"Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT AK (Amarta Karya) Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh tersangka CP dan tersangka TS," kata Johanis.
Uang yang sudah dikumpulkan itu diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, jalan-jalan ke luar negeri, biaya member golf, dan juga diberikan ke pihak lain. "Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar," tegasnya.
Akibat perbuatannya, kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.