Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya paksa penahanan terhadap dua orang di kasus korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Marta (Persero) tahun 2018 sampai dengan 2020. Mereka merupakan karyawan, yaitu Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga.

“Terungkap adanya keterlibatan aktif dari pihak lain, sehingga menguatkan adanya peran maupun kerja sama yang erat dan berakibat timbulnya kerugian keuangan,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 15 Mei.

Keduanya akan ditahan selama 20 di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Upaya paksa tersebut berlaku selama 20 hari pertama hingga 4 Juni mendatang dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan penyidik.

Asep mengungkap Pandhit dan Deden diduga membantu mantan Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo demi mendapatkan sejumlah uang tambahan menggunakan dana perusahaan. Keduanya berkoordinasi dengan eks Direktur Keuangan PT Amarta Karya (Persero) Trisna Sutisna.

“(Dana, red) untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi dari Catur Prabowo,” ujarnya.

Dalam melakukan aksinya, Pandhit dan Deden membuat tiga perusahaan fiktif yang nantinya akan menjadi subkontraktor di PT Amarta Karya. Trisna Sutisna mengetahui prosesnya.

“Kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sejumlah sekitar Rp46 miliar,” tegas Asep.

Lebih lanjut, Pandhit dan Deden diduga ikut menikmati aliran dana tersebut. Tapi, Asep belum memerinci berapa jumlahnya karena penyidikan masih berlangsung.

Akibat perbuatannya, kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.