Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun pada Senin, 3 April besok.

"Beberapa hari lalu, penyidik telah berkirim surat panggilan kepada tersangka untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 3 April," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Minggu, 2 April.

Ali tak membeberkan apakah Rafael akan langsung ditahan usai pemeriksaan. Hanya saja, Ali meminta Rafael kooperatif untuk hadir dan dapat secara langsung menyampaikan keterangannya di hadapan penyidik.

"Kami pastikan seluruh prosesnya kami lakukan sesuai ketentuan hukum, termasuk kami juga berikan kesempatan yang sama terhadap tersangka untuk menggunakan hak-haknya," ujar dia.

Ali menuturkan, semua tersangka yang diusut KPK pasti akan merasakan dinginnya rumah tahanan (rutan) lembaga antirasuah tersebut.

KPK dipastikan tak akan ragu menahan Rafael Alun yang terjerat kasus gratifikasi. Namun, saat ini pengumpulan bukti untuk memperkuat dugaan penerimaan masih dilakukan.

"Tersangka KPK tidak ada yang tidak ditahan. Ini kan soal waktu saja. Penyidik masih terus bekerja," ungkapnya.

Diberitakan belum lama ini, KPK menetapkan Rafael Alun jadi tersangka. Dia diduga menerima gratifikasi hingga puluhan miliar sejak 2011-2023 terkait pemeriksaan pajak.

Penetapan ini dilakukan komisi antirasuah setelah mereka menyelidiki harta jumbo milik Rafael Alun yang terbongkar setelah anaknya, Mario Dandy menganiaya pelajar berusia 17 tahun, David. Diduga ada permainan dibalik kepemilikan kekayaan sebesar Rp56 miliar.

Dalam upaya ini, penyelidik telah meminta keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur (Jaktim) Wahono Saputro. Pemanggilan ini dilakukan karena istrinya diduga punya saham di perusahaan milik istri Rafael, Erni Torondek.

Selain itu, penyelidik juga menelisik terkait temuan safe deposit box milik Rafael yang di dalamnya terdapat duit miliaran. Temuan yang sudah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu diduga berasal dari penerimaan suap.