JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan, penahanan eks pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun bakal dilakukan. Semua tersangka pasti akan merasakan dinginnya rumah tahanan (rutan).
"Tersangka KPK tidak ada yang ditahan. Ini kan soal waktu saja," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu, 1 April.
KPK dipastikan tak akan ragu menahan Rafael Alun yang terjerat kasus gratifikasi. Namun, saat ini pengumpulan bukti untuk memperkuat dugaan penerimaan masih dilakukan.
"Penyidik masih terus bekerja," tegas Ali.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Rafael segera ditahan. Jangan sampai tersangka dugaan gratifikasi itu malah melarikan diri dan tak mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"MAKI meminta KPK segera melakukan penahanan kepada Rafael. Jangan pakai lama nanti keburu kabur," kata Boyamin dalam keterangannya, Sabtu, 1 April.
Boyamin menilai sudah tak ada alasan bagi komisi antirasuah untuk menunda upaya paksa itu. Apalagi, MAKI juga khawatir Rafael bisa mempengaruhi saksi lain di kasusnya karena dia masih bisa berpergian kecuali ke luar negeri memanfaatkan jaringan yang dimilikinya.
Diberitakan belum lama ini, KPK menetapkan Rafael Alun jadi tersangka. Dia diduga menerima gratifikasi hingga puluhan miliar sejak 2011-2023 terkait pemeriksaan pajak.
Penetapan ini dilakukan komisi antirasuah setelah mereka menyelidiki harta jumbo milik Rafael Alun yang terbongkar setelah anaknya, Mario Dandy menganiaya pelajar berusia 17 tahun, David. Diduga ada permainan dibalik kepemilikan kekayaan sebesar Rp56 miliar.
Dalam upaya ini, penyelidik telah meminta keterangan dari Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur (Jaktim) Wahono Saputro. Pemanggilan ini dilakukan karena istrinya diduga punya saham di perusahaan milik istri Rafael, Erni Torondek.
Selain itu, penyelidik juga menelisik terkait temuan safe deposit box milik Rafael yang di dalamnya terdapat duit miliaran. Temuan yang sudah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) itu diduga berasal dari penerimaan suap.