Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus gratifikasi yang menjerat eks pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo. Peran keluarganya akan didalami nantinya.

"Keterlibatan para pihak masih didalami," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur kepada wartawan, Selasa, 18 April.

Pendalaman inilah yang membuat istri Rafael, Ernie Torondek bersama dua anaknya, Angelina Embun Prasasya dan Christofer Dhyaksa Darma dicegah ke luar negeri. Namun, komisi antirasuah masih menutup rapat apa yang didalami.

Asep hanya meminta masyarakat menunggu karena pengusutan dugaan gratifikasi masih berjalan. "Sabar nanti kami pasti sampaikan," tegasnya.

KPK minta Ditjen Imigrasi Kemenkumham mencegah keluarga Rafael Alun selama enam bulan hingga September. Sumber beredar menyebut mereka yang dicegah adalah Ernie Meike Torondek yang merupakan istri Rafael, kemudian Gangsar Sulaksono selaku adik Rafael, dan dua anak Rafael Alun bernama Angelina Embun Prasasya dan Christofer Dhyaksa Darma.

Berikutnya, KPK juga minta pencegahan terhadap Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro. Dalam kasus Rafael Alun, Wahono sudah beberapa kali diperiksa.

Sebelumnya, KPK menahan Rafael Alun karena dia diduga menerima gratifikasi sebesar 90.000 dolar Amerika Serikat dari beberapa wajib pajak melalui perusahaannya, PT Artha Mega Ekadhana (AME).

Penerimaan ini disebut terjadi sejak 2011 saat dia menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur 1.

Jumlah gratifikasi yang diterima Rafael masih bisa bertambah karena penyidik masih terus melakukan pendalaman. Mengingat, perusahaan itu sudah menangani banyak klien yang mengalami kesulitan pelaporan pembukuan perpajakan.

Setelah jadi tersangka, Rafael ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih. Dia disangka melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.