YOGYAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan kepada penyelenggara negara dan pegawai negeri untuk menolak gratifikasi hari raya keagamaan atau perayaan hari besar lainnya. Hal ini termuat dalam Surat Edaran (SE) KPK Nomor 6 Tahun 2023 tertanggal 30 Maret 2023 tentang Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya. Apa itu gratifikasi dan bagaimana aturannya?
KPK menegaskan bahwa menolak gratifikasi menjadi langkah untuk mencegah korupsi bagi penyelenggara negara. KPK Meminta para pegawai negeri untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, khususnya terkait perayaan Idulfitri 2023. Namun masih banyak yang belum tahu apa itu gratifikasi da aturannya.
Apabila karena kondisi tertentu penyelenggara negara atau pegawai negeri tidak dapat menolak gratifikasi, maka wajib melaporkannya kepada KPK. Laporan harus disampaikan paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima.
Apa Itu Gratifikasi?
Istilah gratifikasi memang sering terdengar dalam kasus korupsi atau suap. Seperti yang terbaru dalam kasus mantan pejabat DJP Rafael Alun Trisambodo. Atau dalam kasus Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe yang diperiksa atas kasus suap dan gratifikasi.
Istilah gratifikasi biasanya dikaitkan dengan sebuah tindakan pemberian cuma-cuma. Secara umum, gratifikasi dapat diartikan sebagai sebuah pemberian dalam berbagai bentuk yang berkaitan dengan jabatan, pekerjaan, atau tugas.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Dalam laman resmi KPK, dijelaskan bahwa gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas. Pemberian yang dimaksud meliputi: pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Dalam perundang-undangan, pengertian gratifikasi tercantum dalam UU Nomor 20 tahun 2021 pasal 12b ayat 1. Jadi gratifikasi itu ada yang diperbolehkan dan ada yang dilarang.
Contoh Gratifikasi yang Dilarang
Berikut ini beberapa contoh kasus gratifikasi yang dilarang atau tidak diperbolehkan, dilansir dari laman balangankab.bnn.go.id.
– Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan oleh rekanan atau bawahannya
– Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang dari rekanan
– Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
– Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma
– Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
– Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu
– Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut
– Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
– Pemberian hadiah kepada dosen dari mahasiswa setelah melaksanakan sidang skripsi.
BACA JUGA:
Sanksi Gratifikasi
Pelaku gratifikasi akan dijatuhi sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku dalam UU. Apabila seorang penyelenggara atau pegawai negeri melakukan gratifikasi, maka akan dikenakan pidana penjara dan denda. Hukuman penjara bisa seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun. Sementara denda yang dikenakan yakni paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Demikianlah ulasan mengenai apa itu gratifikasi dan bagaimana aturannya. Tindakan gratifikasi memang ada berbagai macam bentuknya. Pemberian hadiah atau uang sebagai THR saat lebaran oleh pegawai negeri baik individu maupun atas nama instansi, juga termasuk perbuatan gratifikasi yang dilarang.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri lainnya di VOI . Kamu menghadirkan terbaru dan terupdate nasional maupun internasional.