Bupati Kapuas dan Istrinya Diduga Pakai Duit SKPD dan Suap Saat Ikuti Kontestasi Politik
KPK tetapkan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan istrinya Ary Egahni jadi tersangka pemotongan memotong pembayaran PNS di Kapuas pada Selasa 28 Maret. (Tsa Tsia-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Bupati Kapuas Ben Brahim S. Bahat dan istrinya yang merupakan Anggota DPR RI Komisi III Ary Egahni diduga menerima uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun pihak swasta. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga mereka menggunakan penerimaan tersebut untuk berkontestasi politik.

"Fasilitas dan sejumlah uang yang diterima kemudian digunakan BBSB antara lain untuk operasional saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah termasuk untuk keikutsertaan AE yang merupakan istri BBSB dalam pemilihan legislatif di tahun 2019," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 28 Maret.

Selain itu, Johanis juga mengungkap ada penerimaan suap dari pihak swasta yang dilakukan Ben terkait izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Uang yang diterima diduga mencapai Rp8,7 miliar.

"Yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," tegasnya.

Kemudian, Ben juga punya permintaan bagi pihak swasta yang akan mengurus izin lokasi perkebunan di Kabupaten Kapuas. "Untuk menyiapkan sejumlah massa saat mengikuti pemilihan Bupati Kapuas, pemilihan Gubernur Kalteng, dan AE saat maju dalam pemilihan anggota DPR RI," jelas Johanis.

Terkait hal ini, Direktur Penyidikan Asep Guntur mengatakan penggunaan uang untuk keperluan politik dua tersangka ini bakal ditelusuri. Diketahui, Ben merupakan kepala daerah yang berasal dari Partai Golkar sementara Ary adalah kader Partai NasDem.

"Tentunya terkait uang-uang hasil tindak pidana korupsi ini didapat dari mana, penggunaannya seperti apa akan didalami," ungkap Asep.

"Tidak hanya masalah politik tapi aliran uangnya (yang lain, red)," sambungnya.

Sebelumnya, KPK secara resmi menahan Ben dan Ary untuk 20 hari pertama di Gedung Merah Putih KPK. Penahanan ini bisa diperpanjang sesuai kebutuhan penyidik.

Akibat perbuatannya, keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.