JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang memanggil dua lembaga survei yang dibayar Bupati Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) nonaktif Ben Brahim S. Bahat dan istrinya, Ary Egahni dengan uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun pihak swasta serta suap terkait izin lokasi perkebunan.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan dua lembaga survei, yaitu Poltracking Indonesia dan Indikator Politik Indonesia mungkin dipanggil jika dibutuhkan keterangannya. Penyidik bisa saja menjadwalkan pemeriksaan.
"Nanti akan disampaikan bila telah ada pemanggilan terhadap para saksi yang diperlukan dalam perkara tersebut," kata Ali kepada VOI lewat keterangan tertulis, Kamis, 29 Maret.
Ali mengatakan penyidik hanya memanggil saksi yang keterangannya relevan dengan kasus yang sedang ditangani. "Agar lebih jelas perbuatan tersangka," tegasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, KPK menahan Bupati Kapuas Ben Brahim bersama sang istri, Ary pada Selasa, 28 Maret. Keduanya diduga melakukan diduga menerima uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun pihak swasta serta suap terkait izin lokasi perkebunan.
Uang yang mereka terima diduga digunakan untuk berlaga di kontes politik, termasuk membiayai Ary saat maju sebagai caleg pada 2019 lalu.
Jumlah uang yang diterima Ben dan Ary diduga mencapai Rp8,7 miliar yang Rp2 miliar di antaranya untuk membayar survei. Meski begitu jumlah ini masih bisa bertambah karena komisi antirasuah terus bergerak.