Sempat Tolak Permintaan Jadi Mediator Konflik Rusia-Ukraina, Ini Penjelasan PM Israel Netanyahu
PM Israel Benjamin Netanyahu. (Wikimedia Commons/kmu.gov.ua/Кабінет Міністрів України)

Bagikan:

JAKARTA - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan dirinya sempat menolak saat diminta menjadi mediator konflik Rusia-Ukraina, namun kini bersedia melakoninya dengan syarat.

PM Netanyahu mengatakan, dirinya bersedia memainkan peran mediator jika diminta oleh kedua negara yang bertikai dan Amerika Serikat.

"Jika diminta oleh semua pihak terkait, saya pasti akan mempertimbangkannya, tapi saya tidak memaksakan diri," kata PM Netanyahu kepada CNN, seperti dikutip dari The National News 1 Februari.

"Saya sudah cukup lama untuk mengetahui, bahwa harus ada waktu yang tepat dan keadaan yang tepat. Jika itu datang, saya pasti akan mempertimbangkannya," sambungnya.

Lebih jauh, dia mengatakan sekutu dekat Israel, Amerika Serikat juga perlu ditanyai perihal peran tersebut.

"Karena Anda tidak boleh memiliki terlalu banyak juru masak di dapur,' katanya.

Lebih jauh, PM Netanyahu mengungkapkan, dirinya sempat diminta untuk menjadi mediator tak lama setelah invasi Rusia ke Ukraina Februari tahun lalu.

Tetapi, PM Netanyahu mengatakan dirinya menolak permintaan tersebut, karena saat itu dia pemimpin oposisi Israel, bukan perdana menteri.

"Saya memiliki aturan: satu perdana menteri pada satu waktu," tandasnya.

Kendati demikian, PM Netanyahu mengatakan dia tidak akan menyebut siapa yang memintanya untuk peran mediator tersebut, namun mengatakan permintaan tersebut itu resmi.

Diketahui, pernyataan itu muncul setelah kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang selain menyerukan Israel-Palestina meredakan ketegangan, juga mendorong Pemerintahan PM Netanyahu untuk meningkatkan dukungan ke Ukraina.

Menlu Blinken mengatakan, Ukraina membutuhkan bantuan "karena dengan berani membela rakyatnya dan haknya untuk hidup".

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan kepada Menlu Blinken, dia akan terbang ke Ukraina untuk membuka kembali kedutaan negaranya, perjalanan pertama sejak perang.