Israel Coba Damaikan Rusia-Ukraina Meski Peluangnya Kecil, PM Bennett: Saat Ada Celah Kecil, Kami Memiliki Akses ke Semua Sisi
PM Israel Naftali Bennett. (Wikimedia Commons/Israeli Defence Forces Spokesperson's Unit/Amit Agronov)

Bagikan:

JAKARTA - Israel akan terus berusaha menengahi antara Rusia dan Ukraina, meski jika hanya memiliki kemungkinan berhasil kecil, ujar PM Naftali Bennett usai berbicara dengan Presiden Vladimir Putin pada Hari Minggu.

Ukraina telah meminta agar Israel menjadi perantara, dengan alasan hubungan baik Pemerintah dengan Kyiv dan Moskow. Kantor PM Bennett mengatakan, dia telah berbicara tiga kali selama akhir pekan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.

Dalam pidato yang disiarkan televisi kepada kabinetnya, PM Bennett tidak memberikan rincian tentang pertemuan tiga jam di Kremlin dengan Presiden Putin pada Hari Sabtu, hanya mengatakan itu mendapat "berkat dan dorongan dari semua pihak", sebuah referensi ke Amerika Serikat, di antara kekuatan lainnya.

"Kami akan terus membantu di mana pun ini diminta, bahkan jika kemungkinannya tidak besar," kata PM Bennett seperti melansir Reuters 7 Maret.

"Saat ada celah kecil, dan kami memiliki akses ke semua sisi dan kemampuan, saya melihatnya sebagai kewajiban moral untuk melakukan setiap upaya," sambungnya.

Kedua pemimpin berbicara lagi melalui telepon pada hari Minggu, kata Kremlin, dan membahas "kontak terbaru PM Bennett dengan para pemimpin sejumlah negara".

Secara paralel, PM Bennett berbicara dengan para pemimpin Jerman dan Prancis. Sementara, Menteri Luar Negeri Yair Lapid, dijadwalkan bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Hari Senin di Riga, menurut pejabat Israel.

Israel telah mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, menyatakan solidaritas dengan Kyiv dan mengirim bantuan kemanusiaan. Tetapi, PM Bennett belum memenuhi permintaan Ukraina untuk bantuan militer dan telah membuka saluran ke Rusia, yang dengannya Israel mengoordinasikan operasinya melawan penempatan Iran di Suriah.

Terkait dengan bantuan kemanusiaan, sekitar 90 anak dari panti asuhan Yahudi di kota Zhytomyr, Ukraina, diterbangkan dari Rumania ke Tel Aviv pada Hari Minggu.

"Saya Naftali, perdana menteri Israel," kata Bennett, yang naik pesawat El Al setelah mendarat, kepada seorang anak laki-laki, mencium kepalanya sebelum membawanya keluar dari pesawat.

Di Twitter, PM Bennett mengatakan kelompok itu, ditemani oleh anggota Chabad-Lubavitch, sebuah gerakan keagamaan Yahudi di seluruh dunia, telah melarikan diri dari pertempuran dan penembakan selama lebih dari seminggu.

Terpisah, Menteri Dalam Negeri Ayelet Shaked mengatakan Israel, yang berpenduduk 9,2 juta, bersiap menghadapi gelombang imigrasi yang sangat sangat besar, akibat konflik yang terjadi.

Ini bisa berarti mengambil lebih dari 200.000 orang Ukraina yang Yahudi atau memiliki hubungan keluarga Yahudi dan lebih dari 600.000 orang Rusia dalam kategori yang sama, katanya.

Seorang pejabat imigrasi Israel, yang berbicara kepada Reuters dengan syarat anonim, memiliki perkiraan yang lebih sederhana tentang masuknya 'dalam puluhan ribu' dari Ukraina dan Rusia.

Untuk diketahui, media lokal Israel menyebut guna mencegah oligarki Rusia melarikan diri ke Israel untuk menghindari sanksi, Otoritas Bandara Israel mengatakan telah menerima instruksi untuk tidak mengizinkan jet pribadi parkir selama lebih dari 24 jam.