Presiden Yoon Pertimbangkan Penangguhan Pakta Militer 2018 Jika Drone Korea Utara Kembali Masuki Korea Selatan
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol. (Wikimedia Commons/DEMA/Yang Dong Wook)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol mengatakan akan mempertimbangkan penangguhan pakta militer antar-Korea 2018, jika Korea Utara kembali melanggar wilayah udara Seoul, sebut kantor presiden Hari Rabu.

Presiden Yoon berkomentar setelah diberi pengarahan tentang tindakan balasan terhadap drone Korea Utara yang melanggar wilayah Korea Selatan minggu lalu, menyerukan untuk membangun kemampuan respons yang luar biasa yang melampaui tingkat proporsional, menurut sekretaris persnya, Kim Eun-hye.

"Dalam pertemuan itu, Dia menginstruksikan kantor keamanan nasional untuk mempertimbangkan penangguhan keabsahan perjanjian militer, jika Korea Utara melakukan provokasi lain untuk menyerang wilayah kita," kata Kim dalam pengarahan, melansir Reuters 4 Januari.

Kesepakatan 2018 disegel di sela-sela pertemuan puncak antara Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dengan Presiden Korea Selatan saat itu Moon Jae-in, menyerukan penghentian "semua tindakan bermusuhan", menciptakan zona larangan terbang di sekitar perbatasan, menghapus ranjau darat dan pos jaga di dalam Zona Demiliterisasi yang dijaga ketat. Pemerintah belum mengatakan berapa banyak ranjau dan pos yang dipindahkan, dengan alasan masalah keamanan.

Meninggalkan pakta itu bisa berarti kembalinya pos jaga, latihan tembakan langsung di bekas zona larangan terbang dan siaran propaganda melintasi perbatasan, yang semuanya mengundang tanggapan marah dari Pyongyang sebelum pakta tersebut.

Hubungan antar-Korea telah diuji selama beberapa dekade, tetapi telah tumbuh semakin tegang sejak Yoon menjabat pada Bulan Mei, berjanji akan memberikan garis yang lebih keras terhadap Pyongyang.

Selama kampanye pemilihan tahun lalu, Yoon mengatakan Pyongyang telah berulang kali melanggar perjanjian dengan peluncuran rudal, memperingatkan dia mungkin akan membatalkannya.

Setelah menjabat, dia mengatakan bahwa nasib pakta itu bergantung pada tindakan Korea Utara.

Sebelumnya, Presiden Yoon telah mengkritik penanganan militer atas insiden drone, sebagian menyalahkan ketergantungan pemerintahan sebelumnya pada pakta 2018. Dia mendesak militer untuk siap membalas, bahkan jika itu berarti "mempertaruhkan eskalasi".

Selain itu, Presiden Yoon memerintahkan menteri pertahanan untuk meluncurkan unit drone komprehensif yang melakukan misi multiguna, termasuk pengawasan, pengintaian dan perang elektronik, serta menyiapkan sistem untuk memproduksi drone kecil secara massal yang sulit dideteksi dalam setahun, papar Kim.

"Dia juga menyerukan percepatan pengembangan drone siluman tahun ini dan segera membangun sistem pembunuh drone," lanjutnya.

Diketahui, tentara Korea Selatan mengoperasikan dua skuadron drone dalam Komando Operasi Daratnya sejak 2018, tetapi mereka terutama dirancang untuk mempersiapkan perang di masa depan.