JAKARTA - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menjelaskan alasan dirinya mengkritik Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono dalam pertemuan di ruang Fraksi PDIP DPRD DKI.
Gembong mengungkapkan, meski Heru ditunjuk sebagai Pj Gubernur oleh Presiden Joko Widodo, bukan berarti PDIP selalu akan mendukung kebijakan Heru.
"Kami Fraksi PDI Perjuangan, kan, kritis konstruktif. Jadi, kita enggak (mendukung) membabi buta," kata Gembong saat dihubungi, Kamis, 22 Desember.
Bila Heru mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada kemajuan Jakarta, PDIP ditegaskan Gembong akan memberi dukungan penuh. Sebaliknya, jika kebijakan Heru tidak berpihak pada warga Jakarta, PDIP tentu akan melontarkan kritikan.
"Kepentingan kita sebagai anggota dewan yang punya fungsi pengawasan. Maka, fungsi ini kita maksimalkan dalam rangka, mengawal pemerintahan DKI Jakarta ke depan agar kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh Pj Gubernur berpihak kepada kemajuan dan kepentingan masyarakat Jakarta," jelas Gembong.
Saat Heru mengunjungi ruangan Fraksi PDIP di gedung DPRD DKI untuk bersilaturahmi Gembong menyemprotnya. Gembong menilai komunikasi publik Pemprov DKI Jakarta tidak cukup baik selama menjabat dua bulan terakhir.
"Yang menjadi kegelisahan Fraksi PDIP soal komunikasi publik Pak Pj yang relatif lemah, sehingga kebijakan yang dimunculkan Pak Pj menimbulkan kegaduhan," kata Gembong di ruang Fraksi PDIP, Senin, 19 Desember.
BACA JUGA:
Gembong menyoroti dua masalah. Pertama, soal keputusan Heru membatasi usia penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP) yang bekerja di lingkungan Pemprov DKI Jakarta maksimal 56 tahun.
Setelah aturan baru itu terbit, Heru baru menjelaskan keputusannya untuk membatasi usia PJLP telah mengikuti regulasi dalam undang-undang yang mengatur soal ketenagakerjaan. Menurut Gembong, kebijakan Heru menimbulkan kegelisahan di masyarakat, khususnya PJLP yang berusia di atas 56 tahun.
"Soal PJLP, walaupun tujuan Pak Pj adalah sesuai dengan aturan yang ada, sesuai dengan UU, namun ini menimbulkan kegaduhan yang luar biasa. Ini rakyat kecil, yang mengais rezeki di jalanan, ibaratnya, menyapu jalanan merasa gelisah. Kami Fraksi PDI Perjuangan menilai kebijakan Pak Pj dalam hal ini sangat minus, bukan sekadar minus," cecar Gembong.
Masalah kedua yang disoroti Gembong adalah perubahan slogan Jakarta menjadi "Sukses Jakarta untuk Indonesia". Pergantian slogan ini menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
"Kami jadi bulan-bulanan awak media karena komunikasi publiknya (Heru) yang kurang berjalan dengan baik. Ke depan, Pak Pj perlu menggerakkan seluruh potensi SKPD untuk bekerja sama, bahu membahu, apa yang disampaikan Pj harus mampu diterjemahkan oleh SKPD," papar Gembong.