Kabarnya, Pelaku Aniaya Anak Kandung di Apartemen Tebet Pegawai OVO, Manajemen Buka Suara
Tangkap layar video KDRT

Bagikan:

JAKARTA – RIS, terduga pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Apartemen Signature Park Tebet, Jakarta Selatan disebut sebagai salah satu petinggi di OVO. Mendengar kabar tersebut, manajemen OVO pun mengklarifikasi, membantah kabar tersebut.

Melalui siaran persnya, penyedia jasa sistem pembayaran online itu memastikan bahwa RIS yang terjerat kasus KDRT tak lagi bekerja di OVO.

Communications Manager OVO, Andriani Ganeswari menegaskan bila yang bersangkutan sudah tak lagi bekerja di perusahaannya sejak tahun 2019.

“Kami tegaskan bahwa yang bersangkutan sudah tidak bekerja di OVO sejak tahun 2019,” kata Andriani dalam keterangannya, Selasa, 20 Desember.

Andriani mengatakan bila pihak OVO mengecam aksi kekerasan yang dilakukan mantan pegawainya. Selain itu, ia juga mendukung upaya pengusutan kasus dugaan KDRT ini hingga tuntas.

"OVO mengecam dan tidak menoleransi segala bentuk kekerasan dalam bentuk apapun, baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja," tutupnya.

Polres Metro Jakarta Selatan menindaklanjuti kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan seorang pimpinan perusahaan berinisial RIS yang ramai di media sosial beberapa waktu lalu.

"Kami akan menindak lanjuti dengan melakukan gelar perkara naik penyidikan," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi.

Ary menjelaskan, terlapor berinisial RIS melakukan kekerasan terhadap korban berlangsung sejak 2021 hingga 2022 di tempat kejadian perkara (TKP) yakni Apartemen Signature Park Jalan Letjen MT Haryono Kav. 22-23 Tebet, Jakarta Selatan.

Selain itu, terlapor juga menendang punggung korban menggunakan kaki serta sering memaki korban dengan kata-kata kasar," sambungnya.

Pihak kepolisian juga meminta keterangan dari petugas parkir Apartemen Signature Park berinisial ARH, karyawan pelapor berinisial RRM, dan petugas keamanan Apartemen Signature Park berinisial N.

Menurut keterangan kepolisian, kasus ini menjadi terhambat lantaran kejadian sejak setahun lalu ini tidak ada visum dan rekam medis yang bisa dijadikan sebagai barang bukti.

"Saat ini kedua korban merujuk ke P2TP2A yang masih proses dua kali konseling sampai sekarang," tuturnya.

Kasus ini sedang ditangani oleh pihak kepolisian dengan surat laporan kepolisian

bernomor LP/B/2301/IX/2022/SPKT/PolresMetroJakartaSelatan/PoldaMetroJaya pada 23 September 2022.

Pasal yang dipersangkakan kepada terlapor mengenai kekerasan terhadap anak dan KDRT serta perbuatan tidak menyenangkan dengan kekerasan yakni Pasal 76C Jo 80 UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Jo 44 UU RI No. 23 tahun 2004 dan Jo Pasal 335 KUHP mengenai penghapusan KDRT.