JAKARTA - Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo ditantang membuktikan laporan hasil penyelidikan (LHP) yang menyebut penerimaan suap dari Ismail Bolong ke beberapa pejabat Polri, termasuk Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Ferdy Sambo wajib mempertanggungjawabkan isi di laporan tersebut.
"Jadi kalau Ferdy Sambo yang bicara berarti harus Ferdy Sambo yang membuktikan," ujar pengacara Ismail Bolong, Johannes Tobing kepada VOI, Jumat, 9 Desember.
Menurutnya, walaupun Ferdy Sambo telah mengamini isi LHP yang teregister dengan nomor R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022, ia belum pernah menujukannya secara langsung.
Sehingga, pernyataan Ferdy Sambo yang membenarkan LHP itupun patut dipertanyakan.
"Sudah dikasih unjuk belum LHP-nya kadiv propam itu? pernah ngga diperlihatkan LHP-nya Kadiv Propam si Ferdy Sambo itu," sebutnya.
"Siapa dia yang mendalilkan harus dia membuktikan, terus nanti dia kalau bohong gimana, kalau dia prank gimana," ungkap Johannes.
Johannes pun menegaskan kliennya tak pernah menyuap para petinggi Polri untuk izin pengelolaan tambang batu bara, termasuk Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.
"Tidak ada pemberian suap dari hasil tambang ini ke siapapun ke para petinggi Polri," kata Johannes.
Dugaan suap Ismail Bolong bermula munculnya dokumen laporan hasil penyelidikan (LHP) dengan nomor R/1253/WAS.2.4/ 2022/IV/DIVPROPAM, tanggal 7 April 2022.
BACA JUGA:
Dalam dokumen itu, terdapat nama Komjen Agus Andrianto yang disebut menerima suap.
Pada LHP yang diserahkan Ferdy Sambo ketika masih menjabat Kadiv Propam Mabes Polri kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tertulis Aiptu Ismail Bolong memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak 3 kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
Selain itu, juga memberikan uang koordinasi kepada Komjen Agus Andrianto selaku Kabareskrim Polri secara langsung di ruang kerja Kabareskrim dalam bentuk USD sebanyak 3 kali, yaitu Oktober, November dan Desember 2021, sebesar Rp2 miliar.
Adapun, dalam kasus dugaan pengelolaan tambang ilegal, Ismail Bolong telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Dia dijerat dengan Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan, Mineral dan Batu Bara.