JAKARTA - Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto seolah menyerang balik Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo yang menyeretnya dalam pusaran penerimaan suap tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Serangan itu dengan menyinggung aksi kedua mantan anggota Korps Bhayangkara itu yang sudah menutupi fakta sebenarnya di balik kasus tewasnya Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua saja mereka tutup-tutupi," ujar Agus dalam keterangannya, Jumat, 25 November.
Kemudian, Agus juga seolah menyatakan laporan hasil penyelidikan (LHP) Divisi Propam tak didukung bukti yang kuat. Semuanya hanya berdasarkan keterangan.
"Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup," ungkapnya.
Terlebih, keterangan Ismail Bolong yang menyebutnya menerima uang setoran atau suap itupun terbukti karena adanya tekanan.
Sebab, pada video lainnya, Ismail Bolong mengaku adanya intimidasi atau paksaan dari Hendra Kurniawan yang kala itu menjabat sebagai Karo Paminal Divisi Propam Polri.
Agus juga menyebut berita acara pemeriksaan (BAP) juga bisa direkayasa dan dibuat dengan penuh tekanan. Semisal, pengakuan para tersangka kasus pembunuhan Brigadir J
"Liat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yoshua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga," ungkapnya.
BACA JUGA:
Terlepas dari hal itu, Agus tiba-tiba menyinggung soal langkah penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J yang dipimpinnya. Ia menyatakan Bareskrim sesuai fakta dan rekomendasi berbagai pihak, terutama Bapak Presiden Jokowi dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Saya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaan saya kepada Allah SWT, arahan Bapak Presiden kepada Kapolri dan tuntutan masyarakat yang sedemikian cerdas," kata Agus.
Sebelumnya, Eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo membenarkan mengenai adanya surat laporan hasil penyelidikan kasus dugaan penerimaan uang koordinasi dari tambang ilegal di Kalimantan Timur yang menyeret nama Kabareskrim Komjen Agus Andrianto. Bahkan, surat itu ditandatangani langsung Ferdy Sambo.
"Ya sudah benar itu suratnya," ujar Ferdy Sambo.
Hanya saja, Ferdy Sambo tidak banyak bicara mengenai kasus yang sempat viral karena pengakuan Ismail Bolong.
Ferdy Sambo meminta persoalan itu ditanyakan langsung kepada pejabat yang berwenang. Sebab saat ini Ferdy Sambo tak lagi berstatus anggota Polri.
"Tanya ke pejabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada," kata Sambo.
Sementara Hendra Kurniawan selaku mantan Karo Paminal Divisi Propam mengamini adanya keterlibatan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto yang menerima setoran uang koordinasi tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Adapun, penerimaan setoran uang koordinasi itu berdasarkan laporan hasil penyelidikan (LHP) dengan nomor R/ND-137/III/WAS.2.4/2022/Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 yang dilaporkan Hendra Kurniawan ke Ferdy Sambo.
Lalu, LHP dengan R/1253/IV/WAS.2.4/2022/DivPropam tertanggal 7 April 2022 yang dilaporkan Ferdy Sambo ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Yakan sesuai faktanya begitu (Kabareskrim diduga terima suap tambang ilegal, red),” ujar Hendra kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 24 November.
Dalam LHP yang dilaporkan Ferdy Sambo ke Kapolri, tertera nama Kabareskrim Polri Komjen Agus yang disebut menerima uang koordinasi Ismail Bolong senilai Rp2 miliar setiap bulannya.
Pemberian uang pun disebut menggunakan mata uang asing atau dolar Amerika. Kemudian, dilakukan secara bertahap pada Oktober hingga Desember.
Bahkan, pada poin H, tertulis Ismail Bolong juga memberikan uang koordinasi ke Bareskrim Polri diserahkan kepada Kombes BH selaku Kasubdit V Dittipidter sebanyak tiga kali, yaitu bulan Oktober, November dan Desember 2021 sebesar Rp3 miliar setiap bulan untuk dibagikan di Dittipidter Bareskrim.
Hendra pun menyebut data-data yang tertuang pada LHP tersebut merupakan hasil penyelidikan yang dilakukannya. Termasuk hasil pemeriksaan oknum Polri dan Ismail Bolong.
“Betul ya saya (periksa), tanyakan pada pejabat yang berwenang aja ya. Kan ada datanya, nggak fiktif,” kata Hendra.