Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penanganan dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) yang menjerat Hakim Agung Gazalba Saleh dilakukan sesuai aturan. Kecukupan bukti sudah mereka kantongi sebelum menetapkannya sebagai tersangka.

"Proses penanganan perkara ini telah sesuai dengan aturan dan mekanisme hukum yang berlaku," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 28 November.

Seluruh barang bukti itu diyakini dapat memperkuat dugaan yang dilakukan Gazalba. Sehingga, Ali memastikan KPK siap menghadapi gugatan praperadilan yang telah diajukan oleh Hakim Agung itu.

Selain itu, KPK juga yakin hakim akan menolak permohonan Gazalba. Sebab, semua berkas yang perlu dilampirkan akan disampaikan pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

"Kami sangat yakin hakim yang nantinya memeriksa akan tetap independen dan memutus menolak permohonan tersebut," tegasnya.

Gazalba mengajukan gugatan praperadilan setelah dirinya ditetapkan jadi tersangka kasus suap penanganan perkara di MA. Pengajuan dilakukan pada Jumat, 25 November.

Dilihat dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 110/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL. Disebutkan meminta agar majelis hakim praperadilan menyatakan penetapannya sebagai tersangka dinyatakan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

Berikutnya, Gazalba Saleh juga meminta agar haknya dipulihkan. Majelis hakim diharap mengabulkan gugatan tersebut.

Penetapan tersangka Gazalba sebagai tersangka merupakan pengembangan kasus suap penanganan perkara di MA yang menjerat Hakim Agung nonaktif Sudrajad Dimyati.

Sudrajad ditetapkan sebagai tersangka bersama sembilan orang lainnya, yaitu Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB).

Berikutnya, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Pada kasus ini, Sudrajad Dimyati diduga menerima suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Pengajuan tersebut berkaitan dengan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana.