JAKARTA - Seorang ibu rumah tangga asal Kabupaten Lampung Utara bernama Merry menggugat Pasal 76 H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Pemohon adalah warga negara Indonesia yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan oleh pembentukan Pasal 76 H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," kata kuasa hukum pemohon, Gunawan pada sidang perkara Nomor 113/PUU-XX/2022 yang disiarkan MK secara virtual di Jakarta, Antara, Rabu, 23 November.
Kepada majelis hakim yang diketuai oleh Prof. Enny Nurbaningsih, Gunawan menyampaikan alasan pemohon menggugat undang-undang tersebut.
Di antaranya pemohon adalah korban penerapan Pasal 76 H UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi 'setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer atau lainnya, dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.'
"Sehingga pelapor menjadi tersangka dan kemudian menjadi terdakwa dengan Nomor Perkara 190/Pid.Sus/2022/PN Kbu," kata Gunawan.
Terkait pengujian formil pemohon merasa dirugikan hak konstitusional nya dengan pembentukan Pasal 76 H UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, termasuk kerugian untuk memperoleh akses informasi yang bermakna dalam proses pembentukan Pasal 76 H.
Selain itu, pemohon beranggapan pembentukan Pasal 76 H tersebut tidak tegas dan tidak jelas karena kalimat dan/atau lainnya dalam pasal tersebut dinilai multi-tafsir.
Hal itu mengakibatkan hak pemohon untuk beraktual mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya menjadi dirugikan dan tidak dipenuhinya hak-hak personal, pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
BACA JUGA:
Kemudian, terkait pengujian materi, pemohon juga merasa dirugikan atas berlaku Pasal 76 H UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pemohon menyatakan pasal yang diatur tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.