Penggunaan Uang Suap Penerimaan Maba Lewat Jalur Mandiri oleh Rektor Unila Ditelusuri KPK dari 2 Saksi
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri/FOTO: Wardhany Tsa Tsia-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik penggunaan uang suap yang diterima oleh Rektor Universitas Lampung (Unila) nonaktif Karomani. Penelusuran dilakukan lewat pemeriksaan dua saksi.

“Tim penyidik telah seleseai memeriksa saksi sebagai berikut Manajer Distro Galeri 24 cabang Serang, Gusridawati dan Pimpinan PT Pegadaian (Persero) cabang KP Serang, Husnan Taffarod Efendi," kata Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 22 November.

Dari kedua saksi yang diperiksa pada Senin, 21 November, penyidik menelisik penggunaan uang suap yang diterima Karomani dari proses penerimaan mahasiswa baru secara mandiri di Unila. Hanya saja, tak dirinci Ali berapa jumlahnya.

"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan penggunaan aliran uang yang diterima tersangka KRM," ungkapnya.

Selain itu, penyidik juga memeriksa Dosen Departemen Sistem Informasi ITS Radityo Prasetianto Wibowo. Dari pemeriksaan ini, penyidik mendalami perihal sistem yang digunakan dalam proses Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

"Didalami pengetahuannya antara lain masih seputar sistem yang digunakan dalam penerimaan mahasiswa baru," ujar Ali.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari dosen bernama Mualimin. Selanjutnya, dia menggunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.