Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencecar Dekan di Universitas Lampung (Unila) terkait dugaan suap yang menjerat Karomani. Rektor Unila nonaktif itu diduga menerima uang terkait penerimaan calon mahasiswa baru.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan para dekan itu diperiksa pada Kamis, 15 September kemarin. Mereka yang diperiksa adalah Dekan Fakultas Kedokteran Unila Dyah Wulan Sumekar; Dekan Fakultas Hukum Unila M. Fakih; Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unila Patuan Raja; Dekan Fakultas Pertanian Irwan Sukri Banuwa; dan Dekan Fakultas Teknik Unila Helmy Fitriawan.

"Seluruh saksi hadir dan digali pengetahuannya antara lain terkait posisi dan kewenangan dari tersangka KRM dalam pelaksanaan proses seleksi Maba pada beberapa fakultas di Unila," kata Ali kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 16 September.

Selain empat Dekan Unila, KPK juga memeriksa dosen bernama Mualimin, Kepala Biro Perencanaan dan Humas Unila Budi Utomo serta Staf Pembantu Rektor I Unila Tri Widioko.

Ali mengatakan delapan saksi ini juga dicecar mengenai dugaan aliran uang pada Karomani. Pemberian tersebut diduga untuk menentukan diterima atau tidaknya calon mahasiswa.

"Didalami juga perihal adanya aliran sejumlah uang yang diterima tersangka KRM dalam penentuan kelulusan dari Maba dimaksud," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan empat tersangka dugaan suap penerimaan mahasiswa baru pada Universitas Lampung tahun 2022. Penetapan tersangka ini berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan di Lampung, Bandung, dan Bali.

Para tersangka yang terjerat kasus ini adalah Rektor Universitas Lampung 2020-2024 Karomani; Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Lampung Heryandi; Ketua Senat Universitas Lampung Muhammad Basri; dan swasta Andi Desfiandi.

Dalam kasus ini, Karomani diduga mematok harga bagi calon mahasiswa baru di kampusnya dengan kisaran Rp100 juta hingga Rp350 juta saat melaksanakan Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung (Simanila). Permintaan ini disampaikan setelah Heryandi dan Muhammad Basri menyeleksi secara personal kesanggupan orang tua mahasiswa untuk membayar.

Dari perbuatannya itu, Karomani diduga berhasil mengumpulkan uang sebesar Rp603 juta dari dosen bernama Mualimin. Selanjutnya, dia menggunakan uang yang diterimanya untuk keperluan pribadi sebesar Rp575 juta.

Sementara dari Muhammad Basri dan Budi Sutomo yang merupakan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Universitas Lampung, diduga total uang yang diterima Karomani mencapai Rp4,4 miliar. Uang ini kemudian dialihkan menjadi tabungan deposito, emas batangan, dan masih ada yang dalam bentuk tunai.