Bagikan:

JAKARTA - Tersangka penikaman novelis Salman Rushdie di barat New York, Amerika Serikat pekan lalu, mengaku tidak bersalah atas tuduhan percobaan pembunuhan tingkat dua dan tuduhan penyerangan dalam pengadilan Hari Kamis.

Tersangka Hadi Matar (24) dituduh menikam Rushdie (75), beberapa saat sebelum penulis buku "The Satanic Verses" itu menyampaikan ceramah di atas panggung, di sebuah retret pendidikan dekat Danau Erie.

Matar didakwa di Gedung Pengadilan Chautauqua atas dakwaan yang dikembalikan pada hari sebelumnya, oleh dewan juri yang mendakwanya dengan satu dakwaan percobaan pembunuhan tingkat dua, dengan ancaman hukuman penjara maksimum 25 tahun. Dan dakwaan penyerangan tingkat dua.

Dia telah berada di penjara sejak penangkapannya. Hakim David Foley memerintahkan Matar untuk tidak melakukan kontak dengan Rushdie, dan menyetujui permintaan pengacara pembelanya untuk mengeluarkan perintah pembungkaman sementara, melarang para pihak membahas kasus tersebut di media.

Selain itu, Hakim Foley mengatakan akan mempertimbangkan permintaan pembela untuk membebaskan Matar dengan jaminan. Saat ini, ia ditahan tanpa jaminan. Matar akan kembali untuk sidang lagi bulan depan, melansir Reuters 19 Agustus.

Dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh New York Post pada Hari Rabu, Matar mengatakan dia menghormati Khomeini (Ayatollah Ruhollah Khomeini, mendiang pemimpin tertinggi Iran), tetapi tidak akan mengatakan apakah dia terinspirasi oleh fatwa yang pernah dikeluarkan Khomeini.

Yang dimaksud Matar adalah, fatwa yang dikeluarkan Khomeini 33 tahun silam, yang menyerukan umat Islam untuk membunuh Rushdie beberapa bulan setelah "The Satanic Verses" diterbitkan. Dia mengatakan telah 'membaca beberapa halaman' dari buku tersebut dan menonton video YouTube dari penulisnya.

Buku itu dipandang menyinggung Muslim, karena isinya ada yang mengejek Nabi Muhammad SAW dan aspek Islam lainnya.

"Saya tidak terlalu menyukainya," tutur Matar tentang Rushdie, seperti dilansir Post. "Dia adalah seseorang yang menyerang Islam, dia menyerang kepercayaan mereka, sistem kepercayaan."

Pada tahun 1998, pemerintah pro-reformasi Iran dari Presiden Mohammad Khatami menjauhkan diri dari fatwa tersebut, dengan mengatakan bahwa ancaman terhadap Rushdie telah berakhir.

Tetapi pada tahun 2019, Twitter menangguhkan akun Pemimpin Tertinggi Iran saat ini, Ayatollah Ali Khamenei, atas tweet yang mengatakan fatwa terhadap Rushdie 'solid dan tidak dapat dibatalkan'.

Terpisah, Kementerian Luar Negeri Iran menegaskan pada Hari Senin, Teheran tidak boleh dituduh terlibat dalam serangan itu. Sementara, polisi meyakini Matar bertindak sendiri.