Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Rusia pada Hari Kamis menolak proposal Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, untuk mendemilitarisasi daerah di sekitar Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Zaporizhzhia yang dikendalikan Rusia di Ukraina.

PLTN terbesar di Eropa itu diduduki oleh Rusia pada Bulan Maret, tak lama setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan puluhan ribu tentaranya ke Ukraina, dalam apa yang disebut operasi militer khusus.

Sekjen PBB Guterres, yang saat ini dalam kunjungan ke Ukraina, awal bulan ini menyerukan penarikan personel militer dan peralatan dari PLTN, meminta "perbatasan aman demiliterisasi.

Terkait hal tersebut, Ivan Nechayev, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan, proposal itu tidak dapat diterima oleh Moskow.

Dia menuduh Kyiv mengorganisir apa yang dia sebut provokasi, tidak mampu mengendalikan kelompok-kelompok bersenjata nasionalis.

"Itulah alasan mengapa proposal (tentang demiliterisasi) tidak dapat diterima," kata Nechayev, melansir Reuters 18 Agustus.

"Menerapkannya akan membuat pembangkit listrik lebih rentan," tandasnya.

Rusia mengatakan akan menempatkan beberapa pasukan di pembangkit untuk memastikan kelancaran dan keamanannya.

Nechayev mengatakan, kunjungan ke PLTN oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dapat dilakukan dalam waktu dekat, sehingga para ahli dapat menentukan sendiri siapa yang telah menembakinya.

Terpisah, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, PLTN Zaporizhzhia dapat ditutup, jika pasukan Ukraina terus menembaki fasilitas itu, sesuatu yang telah dibantah oleh Kyiv.

Dalam sebuah pengarahan, Igor Kirillov, kepala pasukan pertahanan radioaktif, kimia dan biologi Rusia, mengatakan, sistem pendukung cadangan pembangkit telah rusak akibat penembakan.

Diterangkan Kirillov, jika terjadi kecelakaan di pembangkit, bahan radioaktif akan mencapai Jerman, Polandia dan Slovakia.

Diketahui, Kyiv menuduh Rusia menggunakan pabrik itu sebagai perisai yang digunakan untuk menembak target Ukraina. Rusia juga dikatakan menembaki pembangkit tersebut. Sebaliknya, Moskow mengatakan Ukrainalah yang menembaki fasilitas itu.