Bertemu di Ukraina, Sekjen PBB Bersama Presiden Erdogan dan Zelensky Bahas Pembangkit Nuklir hingga Pembicaraan Damai
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Sekjen PBB Antonio Guterres saat memberikan keterangan pers di Lviv. (Sumber: President.gov.ua)

Bagikan:

JAKARTA - Sekjen PBB Antonio Guterres bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, bertemu di Lviv, Ukraina guna membahas cara untuk mengakhiri konflik dengan Rusia, dan mengamankan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, yang berada di bawah serangan di garis depan, Kamis.

Berbicara dengan wartawan setelah pembicaraan di Ukraina, Guterres mengatakan dia sangat prihatin dengan situasi di pembangkit nuklir Zaporizhzhia, menyerukan agar peralatan dan personel militer ditarik.

Setelah pembicaraan di Kota Lviv, Ukraina barat, Presiden Erdogan mengatakan dia, Guterres dan Zelensky membahas pembangunan suasana positif baru-baru ini, untuk menghidupkan kembali negosiasi damai dengan Rusia yang berlangsung di Istanbul pada bulan Maret.

Dalam kesepakatan yang ditengahi oleh PBB dan Turki, kedua belah pihak baru-baru ini mencapai kesepakatan bagi Rusia untuk mencabut blokade pengiriman gandum Ukraina dan ekspor mulai dilanjutkan.

"Secara pribadi, saya mempertahankan keyakinan perang pada akhirnya akan berakhir di meja perundingan. Tuan Zelensky dan Tuan Guterres memiliki pendapat yang sama dalam hal ini," kata Presiden Erdogan, melansir Reuters 19 Agustus.

Sementara itu, Guterres kembali mengulangi seruan untuk demiliterisasi di sekitar pembangkit nuklir.

"Fasilitas itu tidak boleh digunakan sebagai bagian dari operasi militer apa pun. Sebaliknya, kesepakatan sangat dibutuhkan untuk membangun kembali infrastruktur Zaporizhzhia yang murni sipil dan untuk memastikan keamanan daerah itu," papar Guterres.

Adapun Presiden Zelensky mengatakan, setelah bertemu Guterres pada Hari Kamis, mereka telah menyetujui parameter kemungkinan misi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) ke pabrik.

"Rusia harus segera dan tanpa syarat menarik pasukannya dari wilayah pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia, serta menghentikan provokasi dan penembakan," tegasnya.

Sebelumnya, Rusia, yang merebut Zaporizhzhia segera setelah invasi 24 Februari ke Ukraina, mengatakan pihaknya dapat menutup fasilitas itu.

Moskow juga menolak seruan internasional terkait zona demiliterisasi di sekitar pembangkit, menilainya sebagai 'tidak dapat diterima'.

Ukraina sendiri menuduh Rusia menggunakan pabrik itu sebagai tameng bagi pasukannya, untuk melancarkan serangan melintasi waduk ke kota-kota yang dikuasai Ukraina, meski hal dibantah Moskow.

Reuters tidak dapat secara independen mengkonfirmasi situasi militer di daerah tersebut atau tanggung jawab penembakan.