Rusia Klaim PBB Menolak Kunjungan ke PLTN Zaporizhzhia Ukraina, Padahal IAEA Ingin Lakukan Peninjauan
Pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia Ukraina. (Wikimedia Commons/Maxim Gavrilyuk)

Bagikan:

JAKARTA - Rusia mengatakan PBB menolak tawarannya untuk mengatur kunjungan ke pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia Ukraina, beberapa hari setelah kepala badan atom internasional mengatakan fasilitas itu 'benar-benar di luar kendali'.

Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi minggu ini mendesak Moskow dan Kyiv, untuk mengizinkan para ahli mengunjungi pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, menstabilkan situasi untuk menghindari kecelakaan nuklir.

Diketahui, pasukan Rusia merebut pabrik itu pada awal Maret, tak lama setelah invasi mereka ke Ukraina dimulai pada 24 Februari.

Moskow mengatakan telah menyusun proposal untuk memfasilitasi kunjungan ke PLTN tersebut, tetapi PBB menolak tawaran itu.

"Kami siap membantu Badan Tenaga Atom Internasional dalam menyelenggarakan misi internasional yang dipimpin oleh Direktur Jenderal untuk menilai situasi pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di wilayah Eropa ini," kata Igor Vishnevetsky, wakil direktur Non-proliferasi Rusia dan Departemen Kontrol Senjata, menurut media milik negara, melansir The National News 4 Agustus.

"Kami mencapai kesepakatan mengenai jadwal kunjungan, logistik yang sangat kompleks, serta pengaturan keamanan. Namun, hanya beberapa hari sebelum kedatangan delegasi IAEA yang diusulkan, Sekretariat PBB menolak untuk menyetujui kunjungan ini," sambungnya.

Belum ada konfirmasi dari PBB bahwa pihaknya menolak proposal tersebut.

"Setiap prinsip keselamatan nuklir telah dilanggar (di pabrik). Apa yang dipertaruhkan sangat serius dan sangat serius dan berbahaya," ujar Grossi kepada AP pada Hari Selasa.

Namun dia mengatakan, ada tantangan signifikan dalam mengunjungi situs tersebut, yang dia gambarkan berada dalam "situasi paradoks" karena dimiliki dan dioperasikan oleh Ukraina di dalam wilayah negara itu, tetapi 'berada' di tangan Rusia.

IAEA memiliki kontak yang salah dan tidak merata dengan karyawan di pabrik, kata Grossi.

"Pergi ke sana adalah hal yang sangat-sangat rumit karena membutuhkan pemahaman dan kerja sama dari sejumlah aktor. Tentu saja, ini adalah fasilitas Ukraina sehingga membutuhkan Ukraina untuk menyetujuinya, merasa nyaman dengannya dan membantu saya menjalankan misi," papar Grossi.

"Pada saat yang sama, pabrik itu diduduki oleh Rusia dan saya harus berbicara dengan semua orang dan terutama mereka yang mengendalikan tempat itu dalam memenuhi tugas teknis saya," tandasnya.

Rantai pasokan peralatan dan suku cadang di lokasi telah terputus, "jadi kami tidak yakin pabrik mendapatkan semua yang dibutuhkannya," lanjutnya. Lebih jauh dia mengatakan, ada banyak bahan nuklir yang perlu diperiksa.

"Ketika Anda menggabungkan ini, Anda memiliki katalog hal-hal yang seharusnya tidak pernah terjadi di fasilitas nuklir mana pun," tukas Grossi.

"Dan inilah mengapa saya bersikeras sejak hari pertama, bahwa kami harus bisa pergi ke sana untuk melakukan evaluasi keselamatan dan keamanan ini, untuk melakukan perbaikan dan membantu seperti yang telah kami lakukan di Chernobyl," urainya.

Pendudukan Zaporizhzhia oleh Rusia memicu kekhawatiran, pembangkit terbesar dari 15 reaktor nuklir Ukraina dapat rusak, memicu keadaan darurat lain seperti kecelakaan Chernobyl 1986, bencana nuklir terburuk di dunia, yang terjadi sekitar 110 kilometer utara Kyiv.

Diketahui, pasukan Rusia menduduki lokasi Chernobyl yang sangat terkontaminasi segera setelah invasi dimulai, tetapi menyerahkan kendali kembali ke Ukraina pada akhir Maret.