Nilai Anies Tidak Serius Tangani Banjir, PDIP: Pak Gubernur Gagah di Kata-kata, Lemah di Pelaksana
Gubernur DKI Anies Baswedan (Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah wilayah di Jakarta sempat terendam banjir pada Sabtu, 17 Juli kemarin. Banjir terjadi usai turun hujan dan sungai meluap. Sementara, saat ini telah masuk musim kemarau.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menilai banjir yang kemarin terjadi membuktikan bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak serius dalam menanggulangi banjir.

"Kami melihat yang dilakukan oleh Pak Gubernur ini gagah di kata-kata, lemah di pelaksana," kata Gembong dalam keterangannya, Senin, 18 Juli.

Gembong memandang, di ujung masa jabatan Anies pada tahun ke lima, sejumlah program pengendalian banjir tidak kunjung terlaksana. Padahal, hal tersebut masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI Jakarta 2017-2022.

Ia mencontohkan, pelaksanaan normalisasi/naturalisasi sungai hanya berpolemik dalam istilah semata karena program tersebut masih mandek di pembebasan lahan. Lalu, program sumur resapan tak terbukti menanggulangi banjir dan genanagan.

Karenanya, pada sisa tiga bulan kepemimpinan Anies di Jakarta, Gembong mendesak mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu untuk bergerak optimal menuntaskan PR penanggulangan banjir.

"Kami mendesak Gubernur dan Pemprov DKI Jakarta fokus melanjutkan penanggulangan banjir di Jakarta, normalisasi, pengerukan kali menjadi hal wajib harus segera dikerjakan," ungkap dia.

Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat sebanyak 92 RT di Jakarta terendam banjir pada Sabtu, 16 Juli. Banjir tersebut tersebar di 14 Kecamatan di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat dengan ketinggian air mencapai 2 meter di sejumlah titik.

Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta Isnawa Adji menuturkan, analisis sementara penyebab hujan di Jakarta dan daerah penyangga ini adalah adanya penjalaran massa udara basah di sekitar pulau Jawa karena adanya gelombang atmosfer seperti gelombang Rossby dan gelombang Kelvin.

Selain itu, terdapat asupan massa udara basah dari Samudera Hindia karena aktifnya Dipole Mode Index (IOD). "Adapun faktor lokal yang memengaruhi adalah adanya daerah pertemuan angin di sekitar Jawa barat bagian selatan," ucap Isnawa.