Bagikan:

JAKARTA - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sempat mendapat penolakan beragam elemen hingga berujung aksi geruduk DPR oleh ratusan mahasiswa. Aksi bertajuk #ReformasiDikorupsi itu lantas berkembang menjadi skala nasional.

RKUHP yang dahulu isinya sejumlah pasal kontroversial dikabarkan telah direvisi. Drafnya disebut telah dipegang DPR dan pemerintah. Namun, masyarakat umum tidak memiliki akses terhadap draf RKUHP hasil revisi tersebut.

Meresponsnya Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Indonesia (UI) mendesak DPR dan pemerintah transparan dengan legislasi. Mereka menuntut rakyat dapat mengakses draft terbaru RKUHP sebelum disahkan dalam rapat paripurna DPR bersama pemerintah.

"Mendesak pemerintah dan DPR untuk segera membuka dra terbaru RKUHP," tulis Aliansi BEM Se-UI dalam pernyataan tertulis, Selasa 14 Juni.

Mereka juga mendorong pemerintah dan DPR dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan, mengingat kewajiban untuk menjamin transparansi dan menjunjung tinggi partisipasi masyarakat sebagai upaya mewujudkan asas-asas umum pemerintahan yang baik, terutama asas keterbukaan.

Utamanya RKUHP yang akan menjadi dasar hukum pidana di Indonesia. RKUHP yang tentunya berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas. Namun hingga saat ini, masyarakat sama sekali belum mendapatkan akses terhadap draf terbaru RKUHP.

"Menuntut pemerintah dan DPR untuk melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dan inklusif dengan mengutamakan partisipasi publik yang bermakna," ujar mereka.

Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas.

"Mendorong Pemerintah dan DPR RI untuk meninjau kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP sebelum pengesahan dilakukan," seru Aliansi BEM Se-UI.

Upaya pengesahan RKUHP pada dasarnya tertunda sejak tahun 2019. Hal ini disebabkan karena draf RKUHP versi September 2019 menuai kontroversi dan penolakan dari berbagai kalangan masyarakat akibat hadirnya pasal-pasal bermasalah yang perlu ditinjau kembali.

Menanggapi respons tersebut, Presiden Joko Widodo pada September 2019 silam memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP dan menarik draf RKUHP dari DPR untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah. Namun, hingga saat ini, tidak terdapat draf terbaru RKUHP yang dibuka kepada publik.

Hal tersebut bertolak belakang dengan fakta proses pembahasan RKUHP oleh pemerintah dan DPR terus berjalan pascapenundaan pada tahun 2019.

Tanpa membuka keseluruhan draf terbaru RKUHP, pemerintah bersama DPR justru melanjutkan pembahasan RKUHP dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 25 Mei 2022.

Pemerintah dan DPR hanya sebatas menginformasikan matriks yang berisikan empat belas isu krusial RKUHP, padahal setidaknya terdapat 24 poin masalah dalam Daftar Inventarisasi Masalah RKUHP versi September 2019 yang diajukan oleh Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

Tak hanya itu, dalam RDP tersebut, Aliansi BEM Se-UI menjelsakan, pemerintah dan DPR justru menyepakati untuk langsung membawa RKUHP ke dalam rapat paripurna karena pembahasan tingkat pertama telah dilakukan pada periode sebelumnya.

Keputusan tersebut sejatinya patut disayangkan mengingat tidak terdapat pembahasan lebih lanjut terhadap substansi RKUHP yang menjunjung tinggi transparansi serta partisipasi publik yang bermakna.