Jokowi Ulang Tahun, Mahasiswa Demo di Depan Istana Negara
Mahasiswa di depan Istana Negara melakukan demo bertepatan hari ulang tahun Presiden Jokowi/ Foto: Rizky Sulistio/ VOI

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menggelar aksi unjukrasa di Patung Kuda, Kawasan Monumen Nasional (Monas), Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 21 Juni. Aksi tersebut bertepatan dengan hari lahir Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Koordinator Media Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Arif Bustanudin Aziz mengatakan, aksi ini merupakan respon dari banyaknya isu bermasalah yang terdapat pada draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang belakangan ini kembali dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah setelah sempat ditunda pada tahun 2019 silam.

"Aksi simbolik ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian kita agar naskah RKUHP segera ditolak demi kepentingan masyarakat. Sebab, merujuk pada draf terakhir di tahun 2019, terdapat 24 isu krusial yang menjadi catatan kritis RKUHP yang dianggap bermasalah," kata Arif, Selasa, 21 Juni.

Dia melanjutkan, pada rapat Komisi III DPR RI dengan pemerintah pada tanggal 25 Mei 2022, pemerintah dan DPR hanya menyinggung 14 isu krusial yang sebagian besar juga masih menimbulkan polemik.

Terkait substansi 14 isu tersebut, terdapat beberapa pasal yang masih menjadi problematika, beberapa di antaranya adalah mengenai Living Law, pidana mati, contempt of court, Penyerangan Harkat dan Martabat Presiden, Aborsi, Hate Speech, dan Kohabitasi.

"Di luar empat belas isu krusial RKUHP yang dibahas dalam RDP tersebut, masih terdapat Pasal-Pasal bermasalah yang patut dibahas kembali, di antaranya Pasal 273 RKUHP dan Pasal 354 RKUHP," ujarnya.

Di dalam Pasal 273 RKUHP itu, katanya, memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi penyelenggara pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara.

Pasal 273 RKUHP itu, menurutnya, menyiratkan bahwa masyarakat memerlukan izin dalam melakukan penyampaian pendapat di muka umum agar terhindar dari ancaman pidana.

"Hal ini bertolak belakang dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang hanya mewajibkan pemberitahuan atas kegiatan penyampaian pendapat di muka umum dan menjatuhkan sanksi administratif berupa pembubaran sekiranya ketentuan tersebut tidak terpenuhi," katanya.

"Tak hanya itu, Pasal 273 RKUHP pun memuat unsur karet tanpa batasan konkret, yakni 'kepentingan umum', yang rentan disalahgunakan untuk mengekang kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat di muka umum," kata dia.

Disisi lain, tambah Arif, Pasal 354 RKUHP memuat ancaman pidana penjara atau pidana denda bagi setiap orang yang melakukan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara melalui sarana teknologi informasi.

Hal tersebut, ucap dia, selain mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara yang seharusnya dapat dikritik oleh masyarakat, sejatinya juga akan menimbulkan permasalahan yang signifikan, mengingat Pasal 354 RKUHP bukan merupakan delik aduan.

"Dengan demikian, siapa pun dapat melaporkan seseorang atas penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara yang beredar di ranah elektronik, di mana hal ini dapat mencederai iklim demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia," papar dia.

Lebih lanjut, dia mengatakan, pada dasarnya, RKUHP hadir untuk menjadi dasar hukum pidana di Indonesia yang akan berimbas langsung pada tatanan kehidupan masyarakat luas. Namun sayangnya, hingga kini masyarakat masih belum memperoleh akses terhadap draf terbaru RKUHP.

"Padahal, terdapat banyak poin permasalahan dari draf RKUHP versi September 2019 yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial, di antaranya Pasal 273 RKUHP dan Pasal 354 RKUHP. Sikap tertutup Pemerintah dan DPR RI sangatlah disayangkan mengingat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna sudah sepatutnya diutamakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," katanya.

Aksi unjurasa ini mendapatkan pengawalan ketat dari anggota Kepolisian. Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin mengatakan, sejumlah personel telah disiagakan untuk mengawal dan mengamankan jalannya aksi tersebut.

"Untuk personel, sementara kita turunkan 560 personel untuk giat hari ini," kata Kombes Komarudin, Selasa, 21 Juni.